

Kronologi bermula ketika Tersangka dan korban sama-sama berada di sebuah acara lomba debat di kampus 2 IAIN Gorontalo, pada Selasa, 04 Juni 2024.
Diketahui, korban Alfarizi Saputra Monoarfa alias Putra bersama dengan Saksi Atila Nambing alias Atila sedang mengikuti lomba tersebut.
Kemudian pada saat Korban naik ke atas panggung untuk lomba debat, tas beserta handphone INFINIX NOTE 40 warna hitam ditinggalkan di kursi penonton. Setelah Korban kembali dari panggung, ia melihat di tempat duduknya hanya tertinggal tas, sementara Handphone-nya sudah tidak ada lagi.
Lalu Korban melaporkan perkara kehilangan Handphone miliknya kepada polisi. Pihak Kepolisian pun berhasil menemukan Tersangka Andriyanto Hulalango alias Mikas sebagai pelaku Tindak Pidana Pencurian Handphone INFINIX NOTE 40 Warna Hitam milik Saksi Korban Alfarizi Saputra Monoarfa alias Putra.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo Muhammad Iqbal, dan Kasi Pidum Victor Raymond Yusuf, serta Jaksa Fasilitator Irawati Mahardiyatsih, dan Oryza Justisia Rizky Winata, menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan. Selain itu, pelaku juga mengganti kerugian korban senilai Rp.2.899.000(dua juta delapan ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah).
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Sofyan S., sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Lalu pihaknya mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum untuk menyetujui perkara tersebut dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Selain perkara itu, JAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
1. Tersangka Try Panji Pamungkas alias Tri bin Fitnah Laturu dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tersangka Supriyanto als Santo bin Siola dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, yang disangka melanggar Jo Pasal Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Andi Irawan bin Muhammad Efendy dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
4. Tersangka Elfitri Dayani binti H. Umar Mahmud dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka Abdul Munir als Dulo dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Sahril Maku alias Sahril dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Syamsurizal als Izal bin Samsir (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Ripai Pakpahan dari Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan, yang disangka melanggar Pasal Primair Pasal 310 Ayat (4) Jo Pasal 106 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subsidiair Pasal 310 Ayat (3) Jo Pasal 106 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
12. Tersangka M Safii dari Kejaksaan Negeri Karo, yang disangka melanggar Primair Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Subsidair Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
13. Tersangka Erizal dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Selain itu, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Kejagung dan MUI segera menyiapkan MoU untuk sinergi mitigasi dan penanganan untuk korban penyalagunaan Narkotika
Baca SelengkapnyaIstri yang menjadi korban mau berdamai dengan syarat kompensasi emas 10 gram.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id