

Upaya penyelesaian perkara lewat jalur damai atau Restorative Justice kembali diimplementasikan oleh Kejaksaan Agung RI. Pada Selasa, 10 Juni 2025, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual yang mengesahkan penghentian penuntutan untuk dua kasus pidana melalui mekanisme ini.
Salah satu perkara yang disetujui adalah kasus pencurian sepeda motor dengan tersangka Rokib bin (Alm.) Kasan, yang ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Kasus bermula di sebuah rumah kontrakan di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Pada 23 Februari 2025 malam, tersangka Rokib yang tinggal di kontrakan yang sama dengan korban, Fery Kurniawan, nekat mencuri sepeda motor Honda Beat Deluxe milik Fery.
Awalnya Rokib sempat meminta izin meminjam motor untuk membeli makanan, namun ditolak. Tak menyerah, ia kemudian memanfaatkan kelengahan korban, mengambil kunci motor dari tas, dan membawa kabur kendaraan tersebut ke Tangerang.
Di sana, sepeda motor itu dipasarkan lewat Facebook Marketplace seharga Rp5 juta. Namun aksi ini terbongkar setelah korban menemukan iklan tersebut, memancing pertemuan, dan bersama polisi berhasil mengamankan Rokib beserta barang bukti.
Dalam proses penyidikan, Rokib mengakui perbuatannya, menyebut bahwa hasil penjualan motor itu hendak dipakai untuk kebutuhan hidup. Potensi kerugian korban ditaksir mencapai Rp16 juta.
Melihat kondisi tersangka—yang belum pernah dihukum sebelumnya, menyesali perbuatannya, serta adanya itikad damai—Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Tjakra Suyana Eka Putra bersama tim jaksa memfasilitasi perdamaian antara kedua pihak.
Korban yang telah memaafkan tersangka turut mengajukan permohonan agar proses hukum dihentikan. Setelah proses damai tercapai secara sukarela, permohonan penghentian penuntutan diajukan hingga ke level JAM-Pidum dan akhirnya disetujui.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap perkara penganiayaan yang melibatkan Melki Ifandri alias Melki bin Agau (Alm), di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Kasus ini pun diselesaikan secara damai dengan proses yang transparan dan tanpa paksaan.
Beberapa pertimbangan dalam pemberian keadilan restoratif meliputi: sudah dilakukan proses perdamaian yang tulus, tersangka belum pernah dihukum, ancaman pidana di bawah 5 tahun, proses damai dilakukan tanpa tekanan, kesepakatan untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan, dan pertimbangan sosiologis dan respons positif masyarakat.
ujar Prof. Asep Nana Mulyana.
Penerapan mekanisme Restorative Justice menjadi wujud komitmen Kejaksaan RI dalam menghadirkan kepastian hukum yang berkeadilan, humanis, serta memberi ruang bagi penyelesaian yang lebih berorientasi pada pemulihan relasi sosial, bukan semata penghukuman.
JAM-Pidum menyetujui 8 permohonan restorative justice yang diajukan 6 Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id