

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof Dr Asep N Mulyana menyetujui sembilan permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) saat memimpin ekspose virtual yang berlangsung Senin, 25 Agustus 2025.
Kesembilan permohonan restorative justice tersebut diajukan oleh tujuh Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan dua kasus masing-masing berasal dari Kejari Indragiri Hilir dan Kejari Malinau.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, S.H, M.H menjelaskan salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif oleh JAM-Pidum adalah terhadap Tersangka Risno Pirwandi alias Suang bin Sukuria, dari Kejari Majene.
Menurut Kapuspenkum, Tersangka Risno disangka telah melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman terhadap seorang korban yang dilaporkan menekan gas sepeda motor berulang kali sehingga membuat anaknay menangis.
Kapuspenkum menjelaskan perkara ini bermula saat tersangka Risno bersama anaknya tengah mengikuti pawai obor bersama anaknya pada pada 30 Maret 2025 sekira pukul 23.00 WIB di Dusun Poniang Selatan, Desa Tallabanua, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene. Saat sedang berjalan kaki mengikuti pawai obor, Saksi Korban Ade Saputra menggeber sepeda motor hingga membuat anaknya menangis ketakutan.
Usai kejadian, Tersangka pulang ke rumah dan mengambil parang serta mengajak istrinya untuk mendorong kapal mengarah ke tepi pantai. Dalam perjalanan, keduanya yang belum sempat menjemput anaknya di pinggir jalan, kembali bertemu dengan Saksi Korban Ade Saputra.
Perbuatan menggeber mesin motor kembali diulangi Korban Ade yang menyulut emosi Tersangka. Dalam suasana tegang itu, tersangka sempat menegur korban untuk tidak mengulangi berbuat seraya menyinggung soal kakak korban yang berprofesi sebagai polisi.
Ucapan tersebut menyulut emosi korban yang turun dari sepeda motornya. Melihat korban hendak mendatanganginya, tersangka mencabut parang yang sudah dibawa dan diarahan ke dada korban dengan jarak kurang lebih 2 meter.
Merasa dirinya terancam, saksi korban lari dan meninggalkan sepeda motornya di lokasi kejadian.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejari (Kajari) Majene A. Irfan, S.H., M.H., Kasi Pidum M. Taufik Thalib, S.H. dan Jaksa Fasilitator A. Tenri Wali, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian akhirnya berhasil dilakukan antara Tersangka dan korban pada 12 Agustus 2025. Dengan adanya kesepakatan perdamaian, Kajari Majene mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat Sukarman Sumarinton, S.H., M.H yang selanjutnya diteruskan kepada JAM-Pidum untuk mendapat persetujuan.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 8 (delapan) perkara lainnya, yaitu:
"Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
Menurut Kapuspenkum, permohonan restorative justice disetujui karena alasan telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Serta adanya pertimbangan lain yaitu faktor sosiologis serta adanya respons positif dari masyarakat
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id