Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, merasa terhormat karena Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mendapat apresiasi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sebagai ‘pilot project’ dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif secara mandiri.
“Ini amanah yang luar biasa dan harus kita jalankan dengan penuh tanggungjawab,”
kata Kajati Sulsel.
story.kejaksaan.go.id
Menurut Kajati Sulsel, pelaksanaan restorative justice yang dilakukan secara mandiri dimaksudkan agar dapat langsung diputuskan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan tetap mempedomani petunjuk teknis dan berbagai ketentuan yang berlaku, serta senantiasa memerhatikan prinsip-prinsip utama restorative justice sebagai penegakan hukum humanis yang bertitik tolak pada upaya-upaya pemulihan dan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada kesempatan ini, Kajati Sulsel mengikuti sidang pengajuan empat ekspose perkara untuk dimohonkan persetujuan restorative justice. Dua perkara yang diusulkan berasal dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, satu perkara dari Kejaksaan Negeri Luwu, dan satu perkara dari Kejari Pinrang.
Ekspose perkara untuk dimohonkan persetujuan restorative justice diikuti oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Dr. Teuku Rahman, SH.,MH, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Rizal Syah Nyaman, S.H.,M.H., Koordinator Pidum, Kasi Oharda, Kasi Teroris, Kasi Kamnegtibum Pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto, Kepala Kejaksaan Negeri Luwu, Kepala Kejaksaan Negeri Pinrang beserta jajaran yang dilakukan secara virtual.
Adapun perkara tindak pidana yang dimohonkan restorative justice, yaitu :
Kejaksaan Negeri Jeneponto
1. Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara (33 tahun) perbuatan pidana tersebut dilakukan terhadap korban atas nama Adi Dg Mandrang Bin Lanurung (23 tahun). Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Ada kesepakatan damai antara Tersangka dengan Saksi Korban.
2. Perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, perbuatan Pidana tersebut dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading (49 Tahun) terhadap korban Mansur Bin Sukku (57 Tahun). Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ada kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara tersangka dengan saksi korban.
Kejaksaan Negeri Luwu
1. Perkara untuk dimohonkan Restorative Justice (RJ) yaitu Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Hasanuddin Alias Hasan Bin Uddin (34 tahun) terhadap korban Ramlah Alias Mama Andung Binti Arafah (48 tahun). Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Luwu karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ada kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara tersangka dengan saksi korban.
Kejaksaan Negeri Pinrang
1. Perkara untuk dimohonkan restorative justice yaitu Perkara Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh tersangka Kaharuddin Alias Tahang Bin Nuru (43 tahun) terhadap korban Alm. H. Napang (91 Tahun).
Adapun alasan permohonan RJ oleh Kejaksaan Negeri Pinrang, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tersangka melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun namun memenuhi persyaratan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E angka 2 c. Pasal 5 ayat (4) “dalam tindak pidana dilakukan karena kelalaian dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana”.
Selain itu, tersangka telah memberikan bantuan uang duka kepada keluarga korban sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sebagaimana tersebut dalam kwitansi tertanggal 22 Februari 2024 (telampir dalam berkas perkara) dan tersangka telah meminta maaf kepada keluarga korban.
Sesaat setelah terjadi kecelakaan, tersangka memiliki itikad baik mengantarkan korban ke puskesmas untuk segera mendapatkan pertolongan dan keluarga korban bersedia memaafkan tersangka dan tidak keberatan apabila proses hukum terhadap diri tersangka dihentikan.
Setelah mendengarkan pemaparan perkara pidana yang disampaikan oleh Kajari Jeneponto, Kajari Luwu, dan Kajari Pinrang, Kajati Sulsel mengingatkan agar pelaksanaan RJ harus dapat memastikan bahwa penyelesaian perkara berdasarkan restorative justice semata-mata untuk memberikan pelayanan hukum terbaik bagi Masyarakat yang tidak dinodai dengan adanya transaksi suap, gratifikasi maupun perbuatan-perbuatan tercela lainnya.
Maka, Kajati Sulsel mengambil keputusan bahwa tiga perkara disetujui untuk dihentikan penuntutannya yaitu Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara (asal Kejari Jeneponto), Perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading (asal Kejari Jeneponto), dan Perkara Tindak Pidana Penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Hasanuddin Alias Hasan Bin Uddin (asal Kejari Luwu). Sedangkan 1 (satu) perkara pidana asal Kejaksaan Negeri Pinrang ditolak.
Setelah pelaksanaan RJ, Kajati Sulsel memerintahkan kepada Aspidum Kejati Sulsel untuk segera melaporkan hasil pelaksanaan Restorative Justice (RJ) tersebut kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada kesempatan pertama.
“Bahwa keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan,” pesan Kajati Sulsel.
Untuk memitigasi kemungkinan terjadinya penyimpangan maka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Agus Salim memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan proses penyelesaian perkara yang dimohonkan RJ dilakukan secara cermat, hati-hati, selektif, terukur, transparan dan akuntabel serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
- Eko Huda
Bilik Damai merupakan simbol komitmen untuk mempertahankan dan mengedepankan perdamaian dalam mekanisme keadilan restoratif di masyarakat.
Baca SelengkapnyaKajati Jawa Barat, Ade Sutiawarman, berikan kuliah umum di Universitas Padjadjaran dengan tema "Keberfungsian Sosial dalam Penerapan Restorative Justice"
Baca SelengkapnyaAdapun 21 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 4 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu dilakukan dengan berbagai alasan
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 14 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice.
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga meneyetujui 11 perkara lainnya melalui restorative justice.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum Selesaikan Perkara Pencurian di Medan Lewat Restorative Justice
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan berdasar berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung melalui JAM-Pidum, Asep Nana Mulyana, menyetujui satu permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersangka narkotika.
Baca SelengkapnyaKeputusan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif itu dilakukan dengan sejumlah pertimbangan.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum selesaikan 21 perkara melalui restorative justice.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Asep Nanang Mulyana, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Baca SelengkapnyaJam-Pidum selesaikan 16 perkara melalui mekanisme Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaRestorative justice memungkinkan ratusan korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan haknya untuk diobati secara mental dan fisik.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung RI menyetujui sembilan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu dilakukan dengan berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaBerikut dua perkara narkotika yang diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif
Baca Selengkapnya