

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof. Dr. Asep N Mulyana menyetujui satu permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restoratif Justice (Keadilan Restoratif) yang diajukan Kejaksaan Negeri Bontang.
Persetujuan atas nama Jaksa Agung yang diberikan dalam ekspor virtual Kamis, 17 April 2025 itu diberikan untuk perkara dengan tersangka Erwin Bin (Alm) Abdul Malik yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung dalam keterangan tertulisnya menjelaskan perkara ini bermula pada Jumat, 17 Januari 2025 sekitar pukul 21.00 WITA saat Tersangka Erwin bersama temannya, Zaenal Anwar, hendak mengambil satu unit genset yang diklaim telah dibeli namun belum sempat diambil.
Setibanya di rumah korban Maryam bin (Alm) Cakki di wilayah Berbas Pantai, Kecamatan Bontang Selatan sekitar pukul 22.30 WITA, tersangka yang meminta temannya untuk menunggu di atas motor, mengambil satu unit mobil genset di lokasi tersebut.
Aksi tersangka diketahui oleh Muh. Aladin dan merekam perbuatan tersangka yang tetap mengambil unit genset tersebut menggunakan ponsel.
Genset tersebut selanjutnya dibongkar Tersangka hingga tidak lagi utuh untuk dijual komponen-komponennya. Hasil penjualan rencananya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersangka yang diketahui belum memiliki pekerjaan tetap. Akibat perbuatan tersangka, korban Maryam mengalami kerugian sebesar Rp1,5 juta.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejari Bontang, Otong Hendra Rahayu, S.H., M.H., Kasi Pidum Ridhayani Natsir, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Rakha Vardian, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban yang meminta agar proses hukum dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kejari Bontang mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum yang ditindaklanjuti dengan pengajuan ke JAM-Pidum Kejagung.
JAM-Pidum yang memberikan persetujuan penghentian penuntutan perkara tersebut berpatokan pada sejumlah pertimbangan seperti telah dilaksanakan proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Serta, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar
Alasan lainnya adalah tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, serta tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
Kejari menginisiasi pembentukan Peraturan Bupati untuk melindungi satwa liar burung hantu yang efektif membantu pengendalian hama tikus di areal persawahan.
Baca SelengkapnyaSeluruh Satker Kejaksaan RI telah menggelar Pra Musrenbang secara sederhana mengikuti arahan Presiden,
Baca SelengkapnyaPenyidik menyita aset berupa mall dan pasar
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id