Kejaksaan Negeri Pacitan gencar dalam memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat. Baru-baru ini, Kejari Pacitan launching program baru bernama 'NGOJEK' yang merupakan singkatan dari Ngobrol Bareng Jekso.
Program ini dilakukan sebagai sarana untuk menyerap keluhan atau pertanyaan dari masyarakat terkait dengan problematika hukum. NGOJEK kali ini dilaksanakan di Kantor Desa Tegalombo.
Obrolan santai tersebut dihadiri oleh camat dan kepala desa se-Kecamatan Tegalombo. Isu menarik yang dibahas dalam acara tersebut adalah perkawinan di bawah umur. Kepala Desa seringkali menghadapi keluhan dari warganya yang meminta rekomendasi untuk pelaksanaan pernikahan, meskipun anak yang akan menikah masih di bawah umur.
Jika rekomendasi tidak diberikan, Kepala Desa dianggap tidak memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan dianggap melanggar hak asasi orang untuk menikah. Bahkan, ada pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab memprovokasi agar Kepala Desa tetap memberikan rekomendasi tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Pacitan, Eri Yudianto, menyampaikan keprihatinannya mendengar keluhan dari masyarakat itu. “Saya seringkali mendengar keluhan itu dan menjadi keprihatinan saya selaku Kajari Pacitan dan salah satu unsur aparat penegak hukum.”
Oleh karenanya, pada kesempatan tersebut, Kajari Pacitan memberikan penjelasan dasar hukum sebagai berikut:
Memaksa menikah anak dibawah umur dapat diancam dengan pidana, hal tersebut diatur dalam pasal 10 Undang Undang Nomor: 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pasal 10 Ayat (1) menyebutkan ”Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan”.
"Pasal tersebut dapat dijelaskan adalah setiap orang (siapapun), menempatkan 'di bawah kekuasaannya atau orang lain' subyek hukumnya adalah orang tua atau siapapun, bisa orang tua tiri, orang tua angkat, bibi/paman, kakek/nenek, kakak yang penting mempunyai kekuasaan terhadap anak,"
jelas Kajari Pacitan.
Pengertian 'melakukan' atau 'membiarkan' dalam pasal ini adalah bahwa subyek hukum yang melakukan tindakan secara aktif (melakukan atau membiarkan), dapat diilustrasikan sebagaimana berikut:
Misalnya 'anak' di bawah asuhan ayah/ibu tiri memaksa anak melakukan perkawinan (subyek hukum aktif), sedangkan ayah/ibu kandungnya mengetahui bahkan secara diam-diam menyetujui, maka ayah/ibu kandung (subyek hukum pasif) secara hukum keduanya dapat dipidana baik ayah/ibu tiri dan ayah/ibu tiri kandung.
Pasal 10 Ayat (2) menyebutkan "Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
(a) perkawinan Anak;
(b) pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
(c) pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.”
Dengan begitu tegas dijelaskan dalam ayat (2), bahwa memaksa melakukan perkawinan terhadap anak adalah dilarang. Yang dimaksud dengan 'Anak' secara tegas dijelaskan dalam pasal 1 angka 5 menjelaskan 'seseorang yang belum berumur 18 tahun', sehingga jelas larangan untuk memaksa sesorang belum berumur 18 tahun melanggar hukum.
Sementara dalam huruf b disebutkan 'mengatasnamakan praktik budaya'. Menurut Kajari Pacitan, hal ini seringkali dijadikan alasan pembenar untuk menghindari zina, sudah baligh, takut jadi perawan tua, dan lain sebagainya.
"Menurut saya praktik budaya seperti itu harusnya sudah ditinggalkan. Alasan tersebut mungkin relevan untuk 40 atau 50 tahun yang lalu karena tingkat pendidikan dan ekonomi saat itu masih rendah. Akan tetapi saat ini sudah tidak relavan lagi, upaya Pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa menghendaki anak-anak kita dapat menuntaskan pendidikan minimal 12 tahun sehingga anak-anak kita sudah matang secara psikologis dan fisik," ujar Kajari Pacitan, Eri Yudianto.
Ia menambahkan, apabila perkawinan usia di bawah 18 tahun tidak dicegah maka akan terjadi lonjakan populasi. Sebagai contoh BBC News Indonesia memberitakan dengan judul ”Pernikahan anak di Indonesia Mengkhawatirkan, permohonan Dispensasi ke Pengadilan Agama Naik 200%”.
Menurut keterangannya, di Bojonegoro, Jawa Timur, dirilis Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik Januari - November 2023 permintaan dispensasi kawin yang dimohonkan para orang tuanya mencapai 435 perkara, tahun 2021 perkara dispensasi yang masuk ada 608, lalu tahun 2022 ada 527 kasus, kebanyakan anak-anak yang diajukan dispensasi nikah lulusan SD dan SMP.
"Ironisnya, sebanyak 50 pasangan yang dikabulkan permohonan dispensasi kawinnya berakhir dengan perceraian, dan usia pernikahan mereka hanya bertahan beberapa bulan saja atau tidak sampai setahun," imbuhnya.
Pertanyaan lebih lanjut yang diajukan salah satu peserta obrolan, seringkali ada warga yang meminta pengantar untuk pengajuan permohonan dispensasi nikah. Pihaknya mengaku dianggap tidak bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat jika menolak untuk membuat surat yang dimaksud.
Atas pertanyaan tersebut, Kajari Pacitan menjelaskan bahwa kewajiban Kepala Desa adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada warganya. Akan tetapi tidak melanggar hukum.
Menurutnya langkah yang perlu diambil adalah Kepala Desa memberikan saran untuk menunda perkawinan dan mengoptimalkan waktu belajar terhadap anak minimal 12 tahun pendidikan sebagaimana yang dianjurkan Pemerintah.
Pada kesempatan tersebut juga disampaikan larangan terkait judi online yang makin marak ditemui. Harapannya, lewat program NGOJEK ini secara bertahap bisa memastikan bahwa aktivitas perjudian, baik online maupun konvensional, dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kesempatan tersebut Kepala Seksi Intelijen, Yusaq Djunarto, sekaligus pemrakarsa program NGOJEK menyampaikan bahwa program ini sebagai upaya memberikan pemahaman terkait hukum dan pencegahan agar masyarakat tidak tersangkut masalah hukum.
Tak hanya masalah perkawinan dini, dalam kegiatan ini juga dibahas masalah yang dialami desa, strategi pemberdayaan dan pembangunan desa serta untuk selalu bijak dalam menggunakan media sosial menjelang pemilukada.
“Saya berpesan kepada seluruh kepala desa dan jajarannya untuk netral dalam pemilu dan sesuai dengan Pasal 280 UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk tidak ikut andil dalam tahapan kampanye pemilu,” jelas Yusaq Djunarto.
- Arini Saadah
- Arini Sa'adah
Langkah ini juga sesuai dengan Instruksi Jaksa Agung RI agar seluruh jajaran dalam rangka menjaga Pengendalian Inflasi didaerah masing-masing.
Baca SelengkapnyaMasyarakat bisa bertanya soal permasalahan hukum dan mendapat jawaban langsung dari para Jaksa.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Negeri Muara Enim meluncurkan sebuah inovasi baru untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat melalui program 'JAGA TANGAN'
Baca SelengkapnyaKegiatan Bakti Sosial ini dilaksanakan sebagai wujud perhatian dan kepedulian dari Kejaksaan RI terhadap masyarakat umum.
Baca SelengkapnyaTim Puspenkum Kejaksaan Agung melaksanakan Penyuluhan Hukum Jaksa Sahabat Masyarakat mengenai Jaksa Garda Desa.
Baca SelengkapnyaPenyuluhan hukum kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan agar masyarakat paham akan hak dan kewajiban mereka dalam proses demokrasi ini.
Baca Selengkapnya"Kejaksaan senantiasa berperan aktif mendukung suksesnya pelaksanaan Pemilukada Tahun 2024," ujar Plh. Kasi Penerangan Hukum Kejati Riau, Iwan Roy Carles.
Baca SelengkapnyaSaksi yang diperiksa ialah Plh. Kantor Wilayah DJBC Riau tahun 2022 berinisal SY.
Baca SelengkapnyaPuspenkum Kejaksaan Agung melaksanakan kegiatan Penerangan Hukum mengenai pencegahan TPPO dan Korupsi pada Ketenagakerjaan pada Selasa 7 Mei 2024.
Baca SelengkapnyaKejaksaan ingin memberikan pemahaman hukum agar para santri dan santriwati bisa mengenali hukum dan menjauhi hukuman.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud.
Baca SelengkapnyaKomisi Kejaksaan menyatakan bangga dengan gerak cepat tersebut.
Baca SelengkapnyaKajari OKU ini memang memiliki semangat melakukan aksi-aksi sosial yang menarik perhatian masyarakat.
Baca SelengkapnyaPenguatan kelembagaan dalam penegakan hukum itu dilakukan dengan membangun sinergitas antara TNI dan Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa empat orang saksi.
Baca Selengkapnya