

Kejaksaan Republik Indonesia (RI) mengadakan Diklat Refreshing Course di Hotel Lombok Astoria Kota Mataram-NTB. Diklat yang diikuti oleh 50 jaksa ini digelar mulai Senin hingga Jumat, 27 sampai 31 Mei 2024.
Diklat ini dilakukan untuk memberi pemahaman dan kesatuan persepsi terkait Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru diundangkan dan disahkan pada tahun 2023.
Sebelum disahkannya KUHP baru ini, Indonesia mempergunakan dan memberlakukan KUHP warisan kolonial Belanda yang dulunya bernama "Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie" (Staatsblad 1915 nomor 732) yang berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana diubah menjadi Wetboek Van Strafrecht dan secara resmi diterjemahkan menjadi KUHP.
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Toni Spontana, dalam pembukaan Diklat Refreshing Course menyatakan bahwa KUHP lama sudah tidak sesuai dengan Indonesia.
"Bangsa Indonesia menyadari KUHP peninggalan warisan Belanda ini sudah tidak sesuai lagi dengan Indonesia yang sudah merdeka dan berdaulat sehingga perlu ada pembaharuan hukum pidana yang selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945 dan Budaya Bangsa Indonesia," ungkapan Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI.
KUHP baru, tambah Kepala Badan Diklat, memuat beberapa perubahan dan pergeseran, baik dari sisi norma maupun konsep antara lain perubahan asas legalitas yang mengakomodir hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Kepala Badan Diklat mengakui bahwa perjalanan penyusunan RUU KUHP sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial, antara lain pasal penghinaan presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunisme. Perubahan subjek hukum yang semula hanya mengenal subjek hukum orang (naturlijke person) sekarang ditambah dengan korporasi (recht person). Perubahan konsep pemidanaan seperti pidana mati yang dijatuhkan dengan masa percobaan dan berbagai perubahan-perubahan lainnya.
"Perubahan-perubahan inilah yang harus diketahui dan dipahami oleh para jaksa karena jaksa sebagai dominus litis atau pemilik perkara merupakan garda terdepan dalam pelaksanaan aturan hukum yang menjadi ujung tombak pelaksanaan KUHP," jelas Kepala Badan Diklat.
Menurut pasal 624 KUHP, tambah Kelapa Badan Diklat, undang-undang ini baru bisa berlaku 3 tahun sejak diundangkan pada tanggal 02 Januari 2023.
"Mengingat jumlah jaksa di indonesia cukup banyak yaitu lebih dari 1000 orang, maka Badan Diklat Kejaksaan RI mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan Diklat Refreshing Course pada 4 angkatan yaitu: Angkatan I pada sentra Makasar, Angkatan II pada Sentra Surabaya (yang dilaksanakan di Kota Mataram), Angkatan III pada Sentra Medan, dan Angkatan IV pada Sentra Bandung," tutur Kepala Badan Diklat.
Selain Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI, Diklat tersebut dihadiri oleh, Kajati NTB Dr. Bambang Gunawan, para asisten, dan koordinator pada Kejaksaan Tinggi NTB. Para jaksa yang mengikuti pelatihan ini berasal dari Kejaksaan Tinggi NTB, Kejati Jawa Timur, Kejati Bali, Kejati Nusa Tenggara Timur, dan Kejati Maluku Utara.
Perbuatan tersangka dilakukan sejak tahun 2017-2022 dan menyebabkan kerugian negara hampir Rp 1,24 miliar.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id