

Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng) melakukan penyitaan uang senilai Rp 13 miliar yang diperoleh dari hasil pengusutan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Cilacap Segara Arta pada Rabu, 16 Juli 2025.
Perbuatan korupsi yang dilakukan perusahaan milik pemerintah daerah tersebut diperkirakan telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 237 miliar.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jateng, Lukas Alexander Sinuraya kepada awak media menjelaskan bahwa uang belasan miliar rupiah itu berasal dari Tersangka ANH yang masih dikuasai oleh saksi Rizal Hari Wibowo.
Kejati Jateng
Menurut Lukas, hasil penelusuran Tim Penyidik Kejati Jateng telah ditemukan adanya pembayaran untuk pembelian Pabrik Beras di Klaten, Jateng sebesar Rp13 miliar dari rencana pembelian tersangka ANH sekitar Rp 50 miliar.
Terkait penyerahan uang Rp13 milair tersebut, tim penyidik Kejati Jateng melakukan penyitaan karena diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi pengadaan tanah oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Cilacap Segara Arta.
Selanjutnya, penyidik menitipkan uang Rp 13 miliar di Rekening Sementara Kejaksaan untuk nantinya dijadikan barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut.
Terkait dengan asset-asset yang lain terkait dengan tindak pidana korupsi pada BUMD Cilacap tersebut saat ini Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah masih terus melakukan pelacakan asset, dalam upaya recovery asset/pengembalian kerugian negara.
Sebagai informasi, Kejati Jateng telah menetapkan telah telah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi BUMD Cilacap (PT Cilacap Segara Artha). Ketiga tersangka itu adalah inisial ANH selaku mantan Direktur PT Rumpun Sari Antan (RSA), IZ selaku Komisaris PT Cilacap Segara Artha, dan A selaku Pejabat Bupati Cilacap.
Kasus dugaan korupsi terjadi ketika PT Cilacap Segara Artha memperoleh kepercayaan untuk mengelola lahan sebuah yayasan milik Kodam IV/Diponegoro. Namun aset tanah tersebut diduga dijual ke PT CSA yang merupakan perusahaan daerah.
Menurut Lukas, IZ selalu direktur BUMD dinilai tidak memenuhi prinsip kehati-hatian sehingga menyebabkan kerugian negara.
"Jadi karena ini uang negara yang dikelola BUMD, dalam pengelolaan harus ada aturan yang berlaku, namanya uang negara. Salah satunya prinsip kehati-hatian," ujarnya.
Terungkap bahwa Direktur PT Rumpun Sari Antan yang melakukan transaksi jual beli aset tersebut belum mengantongi izin dari induk perusahaannya, yakni Yayasan Diponegoro, yang berada di bawah naungan Kodam IV Diponegoro.
"Lahan yang dijual ternyata masih bermasalah secara legalitas. Ini menunjukkan adanya kelalaian bahkan potensi persekongkolan yang merugikan keuangan negara," terang Lukas.
Saat penetapan tersangka, Kejati Jateng sudah memeriksa 27 saksi dari berbagai instansi, termasuk pejabat Kodam IV Diponegoro, aparat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN). Penyidikan akan terus berlangsung dan tidak menutup kemungkinan munculnya tersangka baru.
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id