

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan jumlah unit perangkat laptop dengan sistem operasi (OS) Chrome yang dianggarkan untuk program Digitalisasi Pendidikan Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, Teknologi (Kemendikbudristek) selama periode tahun 2020-2022 berjumlah 1,2 juta unit.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS), Abdul Qohar dalam keterangan pers, Selasa, 15 Juli 2025 menjelaskan, pelaksanaan pengadaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) yang dilakukan Kemendikburistek tahun 2020-2025 berjumlah Rp9.307.645.245.000.
Dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Satuan Pendidikan di Kemendikburistek senilai Rp 3.646.620.246.000. Sisanya berasal dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp5.661.024.999.000.
Dari alokasi anggaran tersebut, Kemendikbudristek menggunakannya untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop yang semuanya diperintahkan saksi berinisial NAM untuk menggunakan software OS Chrome.
"Namun Chrome OS tersebut dalam penggunaan untuk guru dan siswa tidak mencapai optimal dikarenakan Chrome OS sulit digunakan bagi guru dan siswa," ungkap Abdul Qohar.
Pengadan jutaan unit laptop tersebut oleh 4 tersangka yang sudah ditetapkan Jaksa Penyidik JAM PIDSUS dianggap telah melanggar hukum atau beberapa ketentuan.
Setidaknya terdapat 6 aturan hukum yang dilanggar dalam pengadaan laptop Chromebook, yaitu:
6. Pasal 6 dan 7 yat (1) Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 jo. Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Barang/Jasa Pemerintah;
7. Pasal 7 Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 jo. Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Atas perbuatannya, empat tersangka yaitu SW, MUL, JT, dan IBAM disangka telah melanggar primer Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Serta Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait kerugian keuangan negara, Abdul Qohar menyampaikan, bersumber dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain artinya keuntungan penyedia diambil dari selisih mendapatkan harga dari principal yang tidak sah.
Penyidik JAM PIDSUS memperkirakan total kerugian keuangan negara dari perkara tersebut mencapai Rp1,98 triliun. Kerugian ini bersumber dari item software (CDM) senilai Rp480 miliar. Kedua adalah kerugian dari kegiatan Mark-up (selisih harga kontrak dengan principal) laptop diluar CDM senilai Rp 1,5 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Kapuspenkum Kejagung menambahkan nilai kerugian sebesar Rp 1,98 triliun masih sebatas perkiraan yang dilakukan oleh tim jaksa penyidik.
Kejagung memastikan akan terus melakukan perhitungan kerugian keuangan negara secara riil dengan melibatkan para ahli. "Itu sedang berlangsung," tegasnya.
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id