

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung Prof Dr Asep N Mulyana menyetujui dua permohonan penyelesaian perkara berdasarkan Retorative Justice (keadilan restoratif) dalam tindak pidana narkotika saat ekspose virtual yang digelar Selasa, 15 Juli 2025.
Kedua perkara narkotika yang tersanganya diputuskan menjalani rehabilitasi tersebut diajukan oleh dua Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Harli Siregar, S.H, M.Hum mengungkapkan perkara yang disetujui adalah terhadap tersangka Fatima Thujahra Prawira alias Dora dari Kejari Ambon.
Tersangka Fatima disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Perkara narkotika kedua yang disetujui JAM-Pidum adalah terhadap Tersangka Rini Kalenser bin Hainuri (Alm) dari Kejari Seluma. Tersangka disangka melanggar Kesatu Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pesan JAM-Pidum.
Menurut Kapuspenkum permohonan untuk penyelesaian perkara melalui rehabilitasi kepada enam tersangka itu disetujui setelah memperhatikan sejumlah hasil pemeriksaan serta profil dari para tersangka.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka diketahui positif menggunakan narkotika. Sementara hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect menunjukkan para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
Terakhir adalah hasil pemeriksaan hasil asesmen terpadu yang menetapkan para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika
Selain hasil pemeriksaan, Kejagung juga memperhatikan alasan-alasan seperti para Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung dengan surat keterangan dari pejabat atau lembaga yang berwenang.
Para Tersangka juga dipastikan tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Istri yang menjadi korban mau berdamai dengan syarat kompensasi emas 10 gram.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id