

Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai bergerak cepat mengungkap kasus dugaan korupsi pemberian kredit ratusan miliar rupiah dari dua Bank Pembangunan Daerah (BPD) kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau PT Sritex.
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung memanggil enam orang saksi yang dianggap bisa memberikan keterangan terkait perkara tersebut pada Senin, 26 Mei 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H, M.Hum menjelaskan jaksa penyidik memeriksa enam orang saksi yang berasal dari PT BPD Jateng dan PT Bank DKI.
Keenam saksi tersebut, lanjut Kapuspenkum, diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usahaatas nama Tersangka ISL dkk.
Empat orang saksi dari Bank DKI diperiksa jaksa penyidik JAM PIDSUS. Keempat orang itu adalah SR selaku Pemimpin Divisi Hukum Corporate dan Perkreditan, JRZ selaku Pemimpin Departemen Pencairan Pinjaman Group Operasional tahun 2018-2023.
Dua saksi lainnya adalah HG selaku Pemimpin Divisi Risiko Kredit/Pembiayaan Menengah dan Treasury tahun 2017-2023 dan ARA selaku VP Bisnis Komersial II.
Sementara dua saksi lainnya berasal dari PT BPD Jateng. Mereka adalah TS selaku Analis Kredit Keuangan Kantor Layanan Surakarta Bank Jateng tahun 2018-2021.
Satu saksi lainnya adalah FAP selaku Kepala Seksi Legal dan Administrasi Kredit PT BPD Jateng Cabang Salatiga.
Diketahui Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik JAM PIDSUS) Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Rabu, 21 Mei 2025 telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara pemberian kredit kepada PT Sritex.
Ketiga tersangka itu adalah DS selaku pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB, ZM selaku Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, dan ISL yang merupkan Komisaris Utama PT Sritex.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik memperoleh bukti adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex dengan nilai tagihan yang belum dilunasi (outstanding) hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,588.650.808.028,57 sen atau Rp3,5 triliun.
Tagihan yang belum dilunasi itu merupakan pinjaman dari Bank Jateng senilai Rp395,66 miliar, Bank BJB Rp533,98 miliar, Bank DKI Rp149 miliar, serta bank sindikasi BRI dan BNI serta Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun.
Sritex juga dilaporkan memperoleh pemberian kredit dari 20 bank swasta.
Menurut Abdul Qohar, tim penyidik awalnya mencurigai adanya keganjilan dalam laporan keuangan PT Sritex yang melaporkan kerugian senilai USD 1,08 miliar atau Rp15,65 triliun pada tahun 2021.
Padahal setahun sebelumnya, Sritex dalam laporannya menyampaikan perusahana meraup keuntungan sampai USD 85,32 juta atau Rp1,24 triliun.
Fakta lain yang ditemukan penyidik adalah kredit yang diperoleh Sritex tidak digunakan sebagaimana tujuan awal. Manajemen Sritex malah menggunakan kredit modal kerja tersebut untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif.
Seluruh Satker Kejaksaan RI telah menggelar Pra Musrenbang secara sederhana mengikuti arahan Presiden,
Baca SelengkapnyaAnggaran untuk pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek mencapai Rp9,98 triliun
Baca SelengkapnyaPenyidik menyita aset berupa mall dan pasar
Baca SelengkapnyaDalam program kali ini, Kejaksaan menggunakan lahan seluas 33.754 Ha di Tambun Utara, Bekasi
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id