

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan telah membuat perhitungan baru terkait potensi kerugian yang dialami negara dalam perkara tata kelola minyak mentah dan turunannya pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) tahun 2018-2019.
Direktur Penyidikan pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan kerugian yang timbul dairi perkara tersebut berupa kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
Puspenkum Kejaksaan RI
Menurut Abdul Qohar, perhitungan perekonomian negara ini diperoleh setelah tim penyidik menemukan adanya perkembangan dari proses penyidikan yang berjalan telah cukup panjang ini.
Dalam metode perhitungan terbaru ini, penyidik JAM PIDSUS Kejaksaan telah mengundang, meminta, dan memanggil para ahli untuk menghitung potensi kerugian negara secara lebih lengkap dari perkara dugaan korupsi tersebut.
Dari hasil perhitungan yang sudah pasti dari para ahli diperkirakan kerugian negara mencapai Rp285.017.731.964.389. Sebagai informasi pada saat pertama kali menetapkan 7 orang tersangka perkara korupsi minyak mentah Pertamina, Kejaksaan menetapkan nilai kerugian mencapai Rp193 triliun.
Puspenkum Kejaksaan RI
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyampaikan tim penyidik JAM PIDSUS terus melakuan penggalian, pengkajian, dan pendalaman pengembangan dalam rangka menuntaskan penanganan perkara ini.
"Melihat karakter dari perkara ini, cakupannya begitu luas, dalam tempus yang cukup panjang," ujarnya.
Dengan penetapan 9 orang tersangka baru, Kapuspenkum menegaskan Kejaksaan terus berkomitmen untuk menuntaskan perkara dugaan korupsi minyak mentah Pertamina dengan tetap mengacu pada fakta-fakta hukum yang diperoleh.
Istri yang menjadi korban mau berdamai dengan syarat kompensasi emas 10 gram.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id