

Langkah progresif dalam sistem peradilan pidana kembali ditunjukkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sebanyak 12 perkara pidana resmi dihentikan penuntutannya melalui pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam ekspose yang dipimpin oleh Wakil Kepala Kejati Jatim, Setiawan Budi Cahyono, S.H., M.Hum., pada Kamis 26 Juni 2025.
Ekspose yang digelar bersama para Kepala Kejaksaan Negeri dari Bojonegoro, Kota Malang, Bondowoso, Lamongan, Sumenep, Ponorogo, Jember, Kabupaten Malang, dan Tanjung Perak ini menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum tak selalu harus berakhir di balik jeruji besi.
Dari 12 perkara yang disetujui untuk dihentikan, klasifikasinya terbagi menjadi: 9 perkara Kamnegtibum & Oharda (Keamanan Negara dan Ketertiban Umum, serta Orang dan Harta Benda), 2 perkara penyalahgunaan narkotika, dan 1 perkara kecelakaan lalu lintas.
Kamnegtibum & Oharda: 4 perkara penganiayaan dari Kejari Bojonegoro dan Bondowoso (Pasal 351 Ayat 1 KUHP),1 perkara pencurian dari Kejari Ponorogo (Pasal 362 KUHP), 2 perkara penipuan dan penggelapan dari Kejari Kota Malang dan Sumenep (Pasal 378/372 KUHP), 2 perkara penadahan dari Kejari Lamongan (Pasal 480 ke-1 KUHP).
Penyalahgunaan Narkotika: 2 perkara dari Kejari Kabupaten Malang dan Jember, dengan permohonan rehabilitasi berbasis restorative justice. Para tersangka dikenai Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1), atau Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35/2009 tentang Narkotika.
Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL): 1 perkara kecelakaan lalu lintas dari Kejari Tanjung Perak (Pasal 310 UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Wakajati Jatim dalam pemaparannya menegaskan penerapan Keadilan Restoratif adalah wujud nyata bahwa negara hadir memberikan ruang penyelesaian hukum yang lebih manusiawi. Tak semua perkara harus diseret ke meja hijau, apalagi jika ada upaya perdamaian, pemulihan hak korban, dan respons masyarakat yang positif.
“Kami ingin membuktikan bahwa hukum bukan hanya soal menghukum, tapi juga soal memperbaiki. Restorative Justice bukan bentuk pengampunan, tapi ruang bagi pelaku dan korban untuk menyelesaikan konflik secara bermartabat,” tegas Dr. Kuntadi, Kepala Kejati Jatim.
Ia juga mengingatkan pendekatan ini bukan celah untuk impunitas, dan hanya berlaku bagi pelaku tindak pidana ringan yang baru pertama kali terlibat, serta memenuhi syarat perdamaian, ancaman pidana di bawah lima tahun, dan pemulihan terhadap korban.
Untuk perkara narkotika, pedoman yang digunakan adalah Pedoman No. 18 Tahun 2021, di mana hanya pengguna pribadi, bukan pengedar atau jaringan, serta barang bukti tak melebihi satu hari pemakaian yang bisa diproses untuk rehabilitasi berbasis keadilan restoratif.
JAM-Pidum menyetujui 8 permohonan restorative justice yang diajukan 6 Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id