

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof Dr Asep Nana Mulyana menyetujui tiga permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) dalam ekspose virtual pada Rabu, 23 Juli 2025.
Ketiga perkara tersebut diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pohuwato, Kejari Gorontalo Utara, dan Kejari Badung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna, S.H, M.H menjelaskan perkara yang diajukan Kejari Pohuwato melibatkan Tersangka Anton Albakir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
Perkara ini bermula saat korban Sahrul Saud alias Sahrul sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya dengan sepeda motor pada Kamis, 20 Februari 2025 sekitar pukul 00.20 WITA. Saat melewati kerumunan orang di jalan, Korban membunyikan suara knalpot motor dengan tujuan membuka jalan agar bisa dilintasinya.
Namun perbuatan tersangka itu memicu kejar-kejaran antara korban dengan sekelompok orang yang merasa terganggu.
Setibanya di Desa Soginti, Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato, Korban terlibat adu mulut dengan seorang saksi bernama Ucan Singo yang kemudian meminta bantuan kepada Tersangka Anton Albakir yang berada di kios terdekat.
Tersangka lalu mendekati korban dan melontarkan teguran keras. Namun, mendengar jawaban dengan nada tidak peduli dari korban, Tersangka emosi dan memukul bagian belakang leher sebelah kanan korban dengan tangan terbuka.
Perbuatan tersangka menyebabkan leher korban mengalami luka lecet sebagaimana tercantum dalam Surat Visum Et Repertum UPTD Puskesmas Paguat Nomor: B/VER/PKM-PGT/10/II/2025 yang ditandatangani oleh dr. Muis A. Lihawa.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejari Pohuwato Dr. Arjuna Meghanada Wiritanaya, S.H., M.H., Kasi Pidum Lulu Marluki, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Daniel Brando Makalew, S.H. menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian yang berlangsung pada 3 Juli 2025, Tersangka menyatakan penyesalan mendalam dan meminta maaf kepada korban. Korban pun menerima permintaan maaf tersebut tanpa syarat dan sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan.
Permohonan penghentian penuntutan ini kemudian disetujui oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo Riyono, S.H., M.Hum. dan disahkan dalam ekspose virtual oleh JAM-Pidum.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 2 perkara lainnya, yaitu:
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Selain itu, jelas Kapuspenkum, permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, serta masyarakat merespons positif.
Puspenkum Kejagung
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id