Better experience in portrait mode.
Kejaksaan RI Setujui 10 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasar Keadilan Restoratif

Kejaksaan RI Setujui 10 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasar Keadilan Restoratif

Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Selasa 2 Juli 2024.


Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Abdillah Nasir Al Amri dari Kejaksaan Negeri Palu.

Ia disangkakan melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang pencurian dalam keluarga. Kejadian bermula saat Abdillah mencuri satu tv merek Sharp warna hitam ukuran 50 inci milik kakak kandungnya, Nargis Al Amri. Aksi pencurian itu dilakukan di rumah orangtua tersangka.


Menyadari tv di rumah tersebut hilang, orangtua dan sang kakak bertanya kepada tersangka. Abdillah mengaku bahwa tv tersebut sudah dijual.

Kejaksaan RI Setujui 10 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasar Keadilan Restoratif

Orangtua dan kakak tersangka lantas melaporkan pencurian tersebut ke Polsek Palu Selatan. Menurut Abdillah, TV itu sudah tidak digunakan karena sudah tersimpan di dalam gudang.

Oleh sebab itu tersangka menjualnya kepada saksi Aldi seharga Rp350 ribu. Uangnya pun akan digunakan tersangka untuk keperluan sehari-hari.


Mengetahui kasus tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Palu Muhammad Irwan Datuiding, bersama Kasi Pidum Inti Astutikserta Jaksa Fasilitator Arvianty dan Desianty menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban yang masih dalam ikatan keluarga.


Korban pun menerima permintaan maaf tersebut dan juga meminta agar proses hukum dihentikan. Korban merasa ikatan keluarga tidak dapat luntur oleh persoalan apa pun.

Selain tersangka Abdillah Nasir Al Amri, berikut sembilan berkas perkara lain yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif:

1. Tersangka Mohammad Fahrul Amir alias Ojo dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Faozan alias Ozan dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


3. Tersangka Moh. Suhud dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

4. Tersangka La Fahinu bin Harusu dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

5. Tersangka Dhendy Prabu Perdana bin Sumantri dari Kejaksaan Negeri Bungo, yang disangka melanggar Pertama Pasal 376 KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

6. Tersangka Edy Salim bin Min Kiun dari Kejaksaan Negeri Batam, yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.


7. Tersangka Hasan Basri bin Juheri dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

8. Tersangka Agus Sikumbang als Agus bin Yahya (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

9. Tersangka Sumarno als Cokro bin Admo Miran (Alm) dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.