

Muhammad Sulfikar, sulung dari ibu yang bekerja di kebun merica, kini bisa kembali melanjutkan kehidupannya. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) telah menyetujui permohonan penyelesaian perkaranya melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur pada Selasa, 29 April 2025.
Persetujuan diberikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim didampingi Wakajati Sulsel, Teuku Rahman, Koordinator, Nurul Hidayat dan beberapa kepala seksi pada ekspose virtual.
Peristiwa pencurian bermula ketika Tersangka yang biasa disapa Fikar mengambil dua karung merica menggunakan gerobak dorong dari bak perendaman milik korban Hamka di areal Perkebunan Pellabesi, Desa Loeha, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, pada Minggu, 9 Februari 2025. Merica tersebut lalu disimpan pada pondok kebun milik korban dan saksi Unding
Akibat perbuatannya, Fikar harus menjalani penahanan yang berdampak pada keadaan ekonomi keluarga karena tidak ada yang mengelola kebun merica yang menjadi sumber utama perekonomian keluarganya.
Dari hasil penelusuran profil tersangka diketahui Muh. Sulfikar merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari keluarga broken home. Kedua orang tuanya telah menjalani hidup terpisah dan Tersangka Sulfikar tinggal hanya bersama ibunya sebab kedua saudara kandungnya tinggal di luar wilayah berbeda.
Tersangka Sulfikar memiliki seorang istri dan dua orang anak, namun rumah tangganya sudah berpisah sejak 5 tahun lalu.
Kegiatan sehari-hari Tersangka Sulfikar adalah membantu ibunya di kebun sebagai petani merica. Kehidupan perekonomian tersangka Sulfikar dan ibunya bergantung pada hasil kebun merica yang dikelola.
Melihat status dan profil tersebut, Kejari Luwu Timur menginisiasi penyelesaian perkara melalui Restoratif Justice karena tersangka sangat menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Tersangka juga telah meminta maaf kepada korban dan berharap penuntutan didapat dihentikan dapat berkumpul kembali bersama keluarga serta memperbaiki perekonomian keluarganya dan berjanji untuk giat bekerja.
Pengajuan restoratif justice juga diajukan karena Sulfikar baru pertama kali melakukan tindak pidana atau bukan residivis, tindak pidana yang dilakukan diancam pidana penjara di bawah 5 tahun, kerugian yang dialami korban tidak lebih dari Rp.2.500.000, adanya perdamaian antara tersangka dan korban, di mana barang yang dicuri telah dikembalikan ke korban dan masyarakat merespons positif terhadap proses keadailan restoratif.
Kajati Sulsel, Agus Salim menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.
“Kita sudah melihat testimoni korban, tersangka dan keluarga. Telah memenuhi ketentuan Perja nomor 15 Tahun 2020, korban sudah memaafkan tersangka. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan,"
kata Agus Salim.
Setelah proses restorative justice disetujui, Kajati Sulsel meminta jajaran Kejari Luwu Timur untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara, barang bukti dikembalikan ke korban dan tersangka segera dibebaskan.
"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik," ungkap Agus Salim.
Kegiatan MBH di Sekolah Khusus Mustika Tigaraksa, Kabupaten Tangerang juga dihadiri Kajari Banten dan jajarannya.
Baca SelengkapnyaKehadiran Gedung Bundar yang menjadi kantor baru JAM PIDSUS akan menjadi tonggak upaya pemberantasan korupsi yang profesional dan berintegritas
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Febrie Adriansyah memimpin langsung proses eksekusi.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id