Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep N Mulyana menyetujui 12 dari 13 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) pada ekspose virtual, Selasa, 17 Desember 2024.
Satu permohonan yang tak disetujui JAM-Pidum adalah berkas perkara atas nama Tersangka Afrizal binti Alm M. Yahya dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum mengatakan salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu kasus pengambil sampah di Samarinda.
Perkara ini menyeret tersangka Sukaswan alias Nanang bin Hanafiah dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Sukaswan sehari-hari bekerja sebagai pengambil sampah di Jalan Mulawarman, Kelurahan Karang Mumus, Samarinda Kota, Kota Samarinda dengan honor Rp50 ribu setiap tanggal 14 bulan berjalan.
Pada 27 September 2024 lalu, Tersangka diketahui mengangkut tiga buah karung ke depan sepeda motor gerobak sampahnya di depan Kantor J&T Express Cabang Mulawarman. Salah satu satu karung terbungkus rapi dan bersih berisi beberapa paket berlogo J&T Express yang siap untuk dikirim oleh kurir.
Setelah membuang dua karung ke Tempat Pembuangan Sampah, Tersangka membawa satu karung yang masih berisi paket ke rumahnya. Saat dibuka, karung itu berisi 37 paket milik konsumer J&T Express dan salah satu paket berisi 3 botol parfum telah digunakan oleh Tersangka sementara sisanya disimpan di rumah Tersangka.
Staf quality control dari perusahaan eksibisi itu baru menyadari satu karung tidak terkirim ke konsumen pada 2 Oktober 2024. Dari pengecekan kamera CCTV terungkap karung tersebut diangkat seseorang yang belakangan diketahui dilakukan tersangka.
PT Global Express Sejahtera (J&T Express Cabang Mulawarman) diwakili oleh Andi Lolo Gunawan selanjutnya melaporkan Tersangka ke pihak berwajib. Perbuatan tersangka dianggap menyebabkan kerugian senilai Rp 5.245.445.000 atau setidaknya lebih dari Rp2,5 juta.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan, S.H.,M.H. dan Kasi Pidum Muhammad Idham Syam, S.H.,M.H., serta Jaksa Fasilitator Kevin Adhyaksa, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka diberi syarat untuk memberikan ganti rugi kepada korban sebesar Rp 5,25 juta. Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum. yang selanjutnya mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada JAM-Pidum.
Selain kasus pengambil sampah yang mengambil paket ekspedisi, JAM-Pidum juga menyetujui 11 perkara yang diselesaikan melalui keadilan restoratif. Perkara itu adalah:
1. Tersangka I La Ode Riswan Wali, S.Pd alias La Bombat bin La Ode Samana, Tersangka II La Ode Rafiuddin alias La Api bin La Ode Samana dan Tersangka III La Ode Samana bin La Ode Arbai dari Kejaksaan Negeri Wakatobi, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
2. Tersangka Mustafa alias Mustafa dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Muhammad Arman dari Kejaksaan Negeri Morowali, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Riantono Tampubolon anak dari Julianto Tampubolon (Alm) dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
5. Tersangka Muhammad alias Mamat bin Sardiansyah dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
6. Tersangka Darmawan bin Muhammad Waris dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Ricky alias Riki bin Hamzah Halim dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Mukamad Mustakim bin Kurkus (Alm) dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
9. Tersangka Suryanti als Sur binti Acong dari Kejaksaan Negeri Mempawah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Rusmawi Abul bin Abul dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
11. Tersangka Samudi bin Suprani dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Alasan Persetujuan
Menurut Kapuspenkum, persetujuan restorative justice diberikan JAM-Pidum untuk dua perkara dari Kejari Medan berdasarkan kepada 9 alasan. Adapun alasan itu adalah telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dan korban, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Alasan lainnya adalah proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; pihak yang bersengketa setuju tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan; pertimbangan psikologis; dan masyarakat merespons positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pesan JAM-Pidum.
- editor
Perkara lainya yakni penganiayaan, pencurian, penggelapan dan KDRT.
Baca SelengkapnyaKesepuluh perkara melibatkan 15 orang tersangka dengan berbagai perkara kasus mulai dari pencurian, penganiayaan, KDRT, hingga pelanggaran lalu lintas
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
Baca Selengkapnya11 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaSelain itu, perkara yang distop penuntutannya oleh jaksa, yakni penadahan dan penggelapan
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 14 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 11 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 10 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka
Baca SelengkapnyaAdapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaPerkara yang diajukan 4 Kejari itu terkait dengan kasus pencurian dan penggelapan
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga meneyetujui 11 perkara lainnya melalui restorative justice.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum Fadil Zumhana, menyetujui 12 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 15 pengajuan penghentian penuntutan perkara berdasar keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaAdapun 21 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2)
Baca SelengkapnyaBerikut 24 permohonan penghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif yang disetujui
Baca SelengkapnyaJaksa Agung RI menyetujui sembilan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaBerikut 15 berkas perkara lain yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif
Baca SelengkapnyaKeempat perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui restorative justice itu berasal dari 3 Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 14 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum pimpin ekspose untuk setujui 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif ini diberikan dengan berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 11 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif
Baca Selengkapnya