

Ada pemandangan tak biasa, bahkan cenderung mencengkan, saat Kejaksaan Agung (Kejagung) menggelar konferensi pers penyitaan uang dari tindak pidana korupsi fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya pada industri sawit tahun 2022.
Ruang tempat penyelenggaraan Konpers tampak dipenuhi dengan tumpukan uang kertas yang memenuhi hampir seluruh ruangan di kantor Kejagung, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Tim Penuntut Umum dari Direktorat Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung diketahui telah melakukan penyitaan pada tingkat penuntutan terhadap uang senilai Rp11.880.351.802.619 atau Rp11,8 triliun.
Tumpukan uang triliunan rupiah tersebut berasal dari perkara yang melibatkan lima terdakwa korporasi yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H, M.Hum dalam keterangan tertulisnya menjelaskan para terdakwa korporasi masing-masing didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kelima terdakwa korporasi tersebut telah diputus oleh Hakim dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dengan putusan Onslag tersebut, Penuntut Umum melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih dalam tahap pemeriksaan kasasi.
Berdasarkan perhitungan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, terdapat kerugian negara yang seluruhnya mencapai Rp11.880.351.802.619.
Total nilai kerugian tersebut berasal dari kerugian keuangan negara, ilegall gain, dan kerugian perekonomian negara.
Uang senilai Rp11,8 triliun tersebut berasal dari lima terdakwa korporasi dari kontribusi terkecil mencapai Rp 39 miliar. Adapun kerugian negara dari terdakwa korporasi adalah masing-masing senilai:
1. PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3.997.042.917.832,42
2. PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39.756.429.964,94
3. PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483.961.045.417,33
4. PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57.303.038.077,64
5. PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp7.302.288.371.326,78
Dalam perkembangannya, ujar Kapuspenkum, kelima terdakwa korporasi mengembalikan uang sejumlah kerugian negara yang ditimbulkan sekitar Rp 11.8 triliun. Uang tersebut diterima Rekening Penampungan Lainnya (RPL) JAM PIDSUS pada Bank Mandiri pada 23 dan 26 Mei 2025.
Kapuspenkum menjelaskan, Penuntut Umum telah melakukan penyitaan berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Juni 2025 terhadap jumlah uang yang dikembalikan tersebut.
Penyitaan tersebut dilakukan pada tingkat penuntutan dengan mendasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 38 ayat (1) KUHAP untuk kepentingan pemeriksaan kasasi.
Setelah dilakukan penyitaan, Tim Penuntut Umum mengajukan tambahan memori kasasi yaitu memasukkan uang yang telah disita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi.
Tambahan memori kasasi ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan oleh Hakim Agung yang memeriksa Kasasi, khususnya terkait sejumlah uang tersebut “dikompensasikan” untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi dari para Terdakwa Korporasi tersebut.
Permintaan maaf dan penyesalan itu disampaikan Marcella Santoso dalam rekaman video yang diputar saat Konpers Kejagung
Baca SelengkapnyaKonsep tersebut disampaikan Jaksa Agung saat menjadi Keynote Speaker Seminar Nasional yang membahas RUU KUHAP dalam rangka Dies Natalis ke-44 Onsoed
Baca SelengkapnyaDalam sepekan ini, mantan staf khusus Kemendikbudristek FH sudah diperiksa dua kali.
Baca SelengkapnyaPenegasan itu disampaikan saat Jaksa Agung menerima kunjungan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id