

Jaksa Agung RI, Prof Dr H Sanitiar Burhanuddin , S.H, M.M menegaskan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disusun tahun 1981 merupakan salah satu mahakarya yang pernah dibuat anak bangsa. Namun seiring perkembangan masyarakat dan kebutuhan sistem yang lebih moder, KUHAP perlu direvisi dan diperbarui.
Pesan itu disampaikan Jaksa Agung saat menjadi Keynote Speaker Seminar Nasional bertajuk “RUU KUHAP: Solusi atau Masalah Baru dalam Penegakan Hukum di Indonesia”, sebagai rangkaian Dies Natalis ke-44 Universitas Jenderal Soedirman (Onsoed) pada Senin, 16 Juni 2025.
"Revisi ini harus berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia dan penguatan prinsip due process of law,” ujar Jaksa Agung.
Seminar Nasional yang bertujuan mempertemukan pandangan dari akademisi, praktisi, dan penegak hukum dalam menanggapi wacana pembaruan hukum acara pidana nasional ini juga dihadiri narasumber dari lintas lembaga dan latar belakang.
Narasumber itu di antaranya Anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (P) Dr. Drs. Rikwanto, S.H., M.Hum, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.H, Advokat dan Alumni FH Unsoed Dr. Hermawanto, S.H., M.H., dan Guru Besar FH Unsoed Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H.
Dalam keynote speach-nya, Jaksa Agung menekankan tiga konsep ideal dalam penyusunan RUU KUHAP. Ketiga konsep itu adalah Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimaknai sistem pemidanaan nasional harus dinamis dan berorientasi pada penghormatan terhadap HAM.
Konsep kedua adalah Checks and Balances antar Sub-sistem Sistem Peradilan Pidana (SPP). Pembaruan KUHAP, ujar Jaksa Agung, mencakup reformasi hubungan antar aparat penegak hukum dengan menekankan due process of law.
Terakhir adalah konsep Harmonisasi dengan Hukum Nasional dan Internasional. KUHAP baru diharapkan selaras dengan konvensi internasional yang telah diratifikasi.
Selain menawarkan tiga konsep ideal penyusunan RUU KUHAP, Jaksa Agung juga menekankan prinsip fair play sebagai salah satu fondasi utama dalam revisi beleid hukum tersebut.
Prinsip fair play tersebut mencakup pengakuan HAM dalam proses pidana, pengawasan ketat terhadap upaya paksa, dan jaminan akses terhadap bantuan hukum.
Dalam konteks penegakan hukum, Jaksa Agung juga menyoroti pentingnya penguatan kontrol dan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, transparansi proses peradilan, serta peneguhan prinsip due process of law demi mewujudkan keadilan yang substantif.
Seminar nasional dalam rangka Dies Natalis ke-44 Onsoed ini juga dihadiri sejumlah Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dari seluruh Indonesia yang hadir secara daring.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr. Kuntadi yang hadir secara online mengatakan kehadirannya menunjukkan komitmen dari institusinya dalam mendukung pembaruan hukum acara pidana yang lebih inklusif, adil, dan selaras dengan nilai-nilai HAM serta prinsip negara hukum modern.
Konsep tersebut disampaikan Jaksa Agung saat menjadi Keynote Speaker Seminar Nasional yang membahas RUU KUHAP dalam rangka Dies Natalis ke-44 Onsoed
Baca SelengkapnyaDalam sepekan ini, mantan staf khusus Kemendikbudristek FH sudah diperiksa dua kali.
Baca SelengkapnyaPenegasan itu disampaikan saat Jaksa Agung menerima kunjungan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id