

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restorative, Selasa 23 Juli 2024.
Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Nurhadi Wagab dari Kejaksaan Negeri Fakfak, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.
Perkara ini bermula saat tersangka Nurhadi Wagab dalam keadaan mabuk hendak pulang dari acara malam tahun baru di Kompleks Asrama Haji, Jalan Sehati, RT006/RW000, Kelurahan Dulan Pokpok, Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak.
Saat itu tersangka melihat motor saksi korban Virdayanti terparkir tanpa dikunci kemudi di halaman rumahnya yang berada tidak jauh dari lokasi acara.
Karena tidak ingin berjalan kaki ke jalan utama, tersangka menaiki dan duduk-duduk di atas motor saksi korban. Melihat hal itu, saksi korban menegur tersangka, namun tidak direspon.
Setelah memastikan sekitar aman, tersangka langsung memutar dan mendorong motor saksi korban meninggalkan rumah itu.
Saksi korban yang melihat peristiwa tersebut seketika mengejar sambil berteriak "maling." Setelah berlari sejauh 500 meter dari rumah korban, tersangka akhirnya melepas motor tersebut di pinggir jalan dan bersembunyi.
Selanjutnya saksi korban menemukan tersangka yang telah tertangkap dan dikerumuni oleh masyarakat sekitar.
Mengetahui kasus tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak Jhon Lief Malamassam bersama Kasi Pidum Sebastian Puruhita Handoko serta Jaksa Fasilitator Ridwan Leonard Udiata menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Korban pun menerima permintaan maaf tersangka dan meminta agar proses hukum dihentikan.
Selain itu, korban juga belum mengalami kerugian karena tersangka belum sempat mengambil motor tersebut.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Muhammad Syarifuddin sepakat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum
Ruangan sengaja disegel dalam rangka pengamanan jelang libur nasional dan cuti bersama Idul Fitri 1446 H
Baca SelengkapnyaSang anak mengancam akan membunuh ayahnya setelah tak terima ditegur.
Baca SelengkapnyaSelain penganiayaan, perkara yang diselesaikan melalui restorative justice juga terkait pencurian, penggelapan jabatan, hingga penadahan
Baca SelengkapnyaPara Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Baca SelengkapnyaKedua belas perkara yang disetujui tersebut berasal dari permohonan 10 Kejaksaan Negeri dengan 14 orang tersangka.
Baca SelengkapnyaPermohonan penyelesaian perkara berdasarkan restorative justice tersebut diajukan oleh 7 Kejaksaan Negeri (Kejari) dan satu cabang Kejari.
Baca SelengkapnyaPermohonan penyelesaian empat perkara lewat mekanisme restorative justice itu diajukan tiga Kejaksaan Negeri.
Baca SelengkapnyaKejagung mengharapkkan Indonesia akan dikenal sebagai negara yang aman untuk berbisnis di bidang teknologi
Baca SelengkapnyaPerkara penggelapan sepeda motor oleh marbot Masjid karena terdesak kebutuhan melunasi utang.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id