

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati memimpin ekspose 12 perkara permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. 12 perkara tersebut diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Kota Probolinggo, Kajari Ngawi, Kajari Jombang, Kajari Tanjung Perak dan Kajari Kabupaten Mojokerto dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi keadilan restoratif.
Sembilan perkara orharda yang dihentikan penuntutannya antara lain:
• 4 perkara penadahan yang memenuhi unsur Pasal 480 ke-1 KUHP, diajukan oleh dari Kejari Surabaya (1 perkara); Kejari Jombang (2 perkara).
• 2 perkara pencurian yang memenuhi unsur Pasal 362 KUHP, diajukan oleh Kejari Kota Probolinggo dan Kejari Ngawi;
• 3 perkara penipuan atau penggelapan yang memenuhi unsur Pasal 372 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Atau Pasal 378 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, diajukan oleh Kejari Tanjung Perak (3 perkara)
Sedangkan 3 perkara penyalahgunaan narkotika yang dihentikan penuntutannya diajukan oleh Kejari Surabaya (1 perkara) dan Kejari Tanjung Perak (2 perkara). Di mana perbuatan tersangka diatur dan diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Meskipun demikian, perlu juga digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Kejagung dan MUI segera menyiapkan MoU untuk sinergi mitigasi dan penanganan untuk korban penyalagunaan Narkotika
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id