STORY KEJAKSAAN - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Prof Dr Asep N Mulyana mengetujui tujuh permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) dalam ekspose virtual yang berlangsung Senin, 24 November 2025.
Ketujuh perkara tersebut diusulkan oleh empat Satuan Kerja Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan tiga perkara berasal dari Kejari Bangka dan dua lainnya diajukan Kejari Asahan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, S.H., M.H., dalam keterangan tertulisnya menyampaikan salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Maharani binti Sabe dari Kejari Paser yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Perkara ini berawal saat Saksi Fadliansyah Bin M.Ali Sabri yang saat ini sedang dalam proses penuntutan dalam perkara terpisah, menggelapkan BBM jenis Dexlite sebanyak 20 liter dari 1 unit kendaraan bus mitsubitsi canter dengan nomor lambung BUS-028 tanpa hak milik PT Mandiri Herindo Adiperkasa (MHA).
Saksi Fadliansyah selanjutnya menawarkan kepada tersangka Maharani untuk membeli BBM yang ditawarkan senilai Rp11 ribu per liter. Diketahui harga resmi dexlite di SPBU resmi dijual seharga Rp13.610 per liter
Setelah menawar dengan harga Rp10.000 dan disetujui oleh Saksi Fadliansyah, Tersangka selanjutnya menyerahkan uang sebesar Rp 200.000 secara tunai.
Dari hasil pemeriksaan diketahui Tersangka Maharani membeli BBM jenis Dexlite tersebut bukan untuk dijual kembali atau mencari keuntungan. BBM itu digunakan sebagai bahan bakar kendaraan roda empat yang dipinjam suami Tersangka dari tetangga dalam rangka mencari nafkah.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Paser Deddy Herliyantho, S.H., M.H., Kasi Pidum Zakaria Sulistiono, S.H. dan Jaksa Fasilitator Vanessa Yovita Nauli, S.H., M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian pada 6 November 2025 lalu, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya. PT MHA selaku pihak Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kajari Paser mengajukan permohonan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur Dr. Supardi, S.H., M.H yang menyetujui untuk mengajukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Jampidum dan disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 24 November 2025.
Selain perkara penadahan dari Kejari Paser, Jampidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 6 perkara lain yaitu:
1. Tersangka Rachmat alias Aco bin Abd. Kadir dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka Suhendri dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Rizky Inanda als Rizky als KIB dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Eka Supendi alias Eka bin (Alm) Pepeh Supendi dari Kejaksaan Negeri Bangka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Adi Candra alias Adi bin Sudirman dari Kejaksaan Negeri Bangka, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Eki Bahtiar alias Eki bin Cucu Setiawan dari Kejaksaan Negeri Bangka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Menurut Kapuspenkum, permohonan restorative justice disetujui karena alasan telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan lainnya adalah faktor sosiologis serta adanya respons positif dari masyarakat
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
Saat diamankan, jaksa gadungan yang mengaku Asisten Khusus Jaksa Agung itu membawa uang tunai senilai Rp 281,3 juta
Baca Selengkapnya
JAM-Datun menegaskan Kejaksaan memiliki tugas dan peran penting memastikan tata kelola yang baik di Danantara
Baca Selengkapnya
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id