

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Feri Wibisono mengungkap, perkara korupsi yang berhasil diungkap saat ini masih berada di bawah 10 persen.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Pusat Strategi Kebijakan Penegakan Hukum dengan tema “Strategi Keperdataan Guna Keberhasilan Pemulihan dan Pengembalian Kerugian Negara dalam Perspektif Peraturan Kejaksaan RI Nomor 7 Tahun 2021.
Menurut JAM-Datun Feri, masih banyak kasus korupsi di masa lalu yang tidak ditangani karena tidak adanya pengaduan mengenai perkara tersebut. Sehingga, lanjut dia, aset negara yang berhasil di sita dari para koruptor pun sedikit yakni di bawah 10 persen.
“Konsentrasi dari penegak hukum tidak hanya menyelesaikan perkara, tetapi juga mencari aset yang bisa di sita sebagai bagian dari pengembalian harta negara yang pastinya memerlukan cara luar biasa. Penyitaan aset dilakukan sebagai bagian dari bayaran uang pengganti,” ujar JAM-Datun Feri
JAM-Datun Feri menjelaskan, terdapat beberapa tantangan dalam pemulihan keuangan negara. Di antaranya White Collar Crime, korupsi memiliki sifat yang terorganisir dan transnasional.
Penyembunyian aset di luar negeri, hasil tindak pidana korupsi diatasnamakan kepada pihak ketiga.
Kemudian aset dapat dialihkan dengan waktu yang cepat, sedangkan profiling membutuhkan waktu yang cukup lama, dan informasi transaksi seringkali terlambat sehingga dapat direkayasa.
Oleh karenanya, kata JAM-Datun Feri, instrumen yang dapat menjadi alat bukti dalam perkara tindak pidana korupsi meliputi dokumen elektronik mengenai data pribadi dan bukti mutasi rekening pelaku.
Berdasarkan bukti yang telah dilacak, dapat diketahui gender dan pemilik dari aset tersebut (pelaku). Mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, informasi atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah.
Sementara itu, praktisi hukum M. Yusuf mengatakan bahwa terdapat paradigma baru dalam penindakan tindak pidana korupsi.
Di antaranya dengan hukuman efek jera dengan membuat pelaku menjadi miskin, sehingga terpidana yang melakukan korupsi yang berdampak pada kerugian perekonomian negara dapat dikembalikan dan dihitung secara proporsional.
Narasumber terakhir, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof. Achmad Busro menuturkan bahwa Jaksa Pengacara Negara dalam pengembalian keuangan dan/atau aset negara hasilnya cukup efektif tetapi belum optimal.
Dalam hal kinerja, JPN tampak mengembalikan keuangan dan/atau aset negara atas dasar kerugian keperdataan tampak lebih banyak diselesaikan melalui jalur non litigasi.
Berdasarkan hal tersebut, Prof. Achmad Busro menyampaikan konsep yang perlu dikembangkan untuk lebih mengoptimalkan kinerja JPN. Yakni konsep hukum yang progresif dalam upaya mengembalikan keuangan dan atau aset negara hasil dari tindak pidana korupsi ataupun keperdataan.
ujar dia.
Penyidik Kejari Sumedang menemukan dugaan markup biaya dan pemanfaatan kayu yang tak disetor ke kas negara senilai Rp 2,1 miliar.
Baca SelengkapnyaPenyidik telah menaikkan status perkara dugaan korupsi penerimaan dana PI oleh BUMN dari penyelidikan menjadi penyidikan
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id