

Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha pada Kamis, 3 Juli 2025.
Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr Harli Siregar, S.H, M.Hum mengungkapkan kedua orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara a quo atas nama tersangka ISL dkk.
Salah satu saksi yang diperiksa adalah seorang direktur berinisial OK. Yang bersangkutan diperiksa Jaksa Penyidik JAM PIDSUS selaku direktur PYT Asuransi Jasa Indonesia.
Satu saksi lainnya adalah seorang pegawai dari bank milik pemerintah. Inisial saksi itu adalah FZW yang diperiksa dalam perkara ini selaku Junior Analis BRI tahun 2017 yang pernah menjadi pembuat Masa Angsuran Kredit (MAK) pada tahun tersebut.
Kejaksaan.go.id
Diketahui Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik JAM PIDSUS) Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Rabu, 21 Mei 2025 telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara pemberian kredit kepada PT Sritex.
Ketiga tersangka itu adalah DS selaku pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB, ZM selaku Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, dan ISL yang merupkan Komisaris Utama PT Sritex.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik memperoleh bukti adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex dengan nilai tagihan yang belum dilunasi (outstanding) hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,588.650.808.028,57 sen atau Rp3,5 triliun.
Tagihan yang belum dilunasi itu merupakan pinjaman dari Bank Jateng senilai Rp395,66 miliar, Bank BJB Rp533,98 miliar, Bank DKI Rp149 miliar, serta bank sindikasi BRI dan BNI serta Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun.
Sritex juga dilaporkan memperoleh pemberian kredit dari 20 bank swasta.
Menurut Abdul Qohar, tim penyidik awalnya mencurigai adanya keganjilan dalam laporan keuangan PT Sritex yang melaporkan kerugian senilai USD 1,08 miliar atau Rp15,65 triliun pada tahun 2021.
Padahal setahun sebelumnya, Sritex dalam laporannya menyampaikan perusahana meraup keuntungan sampai USD 85,32 juta atau Rp1,24 triliun.
Fakta lain yang ditemukan penyidik adalah kredit yang diperoleh Sritex tidak digunakan sebagaimana tujuan awal. Manajemen Sritex malah menggunakan kredit modal kerja tersebut untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif.
Wakil Jaksa Agung dan Seskemenkop menggelar pertemuan membahas tindak lanjut MoU program Koperasi Desa Merah Putih
Baca SelengkapnyaPenyidik Kejari Sumedang menemukan dugaan markup biaya dan pemanfaatan kayu yang tak disetor ke kas negara senilai Rp 2,1 miliar.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id