

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menginisiasi sinergi dengan Pemerintah Provinsi Bali, tokoh adat dan masyarakat dalam mengimplementasikan pendekatan Restorative Justice (keadilan restoratif) berbasis kearifan lokal dengan menghadirkan Bale Kertha Adhyaksa.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof Dr Asep N Mulyana menyampaikan pembentukan Bale Kertha Adhyaksa adalah wujud nyata komitmen Kejaksaan untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, memulihkan, dan menjunjung nilai-nilai budaya setempat.
Menurut JAM-Pidum, restorative justice bukan semata-mata mekanisme hukum alternatif, melainkan pendekatan yang menyembuhkan luka sosial dan mengembalikan harmoni dalam masyarakat.
Puspenkum Kejagung
JAM-Pidum menjelaskan Bale Kertha Adhyaksa sarat dengan kearifan lokal karena penyelesaian perkara dilakukan secara musyawarah berdasarkan nilai kekeluargaan dan kearifan lokal.
Dalam penyelesaian perkara, Bale Kertha Adhyka melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan adat dalam memfasilitasi perdamaian.
Sejumlah alternatif pemidanaan terhadap para pelaku tindak pidana juga bisa dijalankan seperti permintaan maaf, restitusi, atau pelayanan masyarakat.
Terakhir, Bale Kertha Adhyka fokus pada pemulihan hubungan, bukan pembalasan.
Keberadaan Bale Kertha Adhyaksa di Bali, lanjut JAM-Pidum juga relevan dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2026.
KUHP baru tersebut memperkuat legalitas pendekatan keadilan restoratif. Pasal 51 KUHP baru menekankan pemulihan keseimbangan sosial sebagai tujuan pemidanaan, dan mendahulukan keadilan substantif dibandingkan kepastian hukum semata.
Khusus daerah Bali yang memiliki nilai Tri Hita Karana dan prinsip Desa Kala Patra, keberadaan Bale Kertha Adhyka menjadi semakin mendukung landasan penting pendekatan hukum yang berakar pada budaya di provinsi ini
Nilai-nilai tersebut menuntun penegak hukum agar menyelesaikan perkara tidak secara seragam, melainkan sesuai karakteristik masyarakat setempat.
"Komitmen Bale Kertha Adhyaksa adalah langkah strategis dan filosofis, yang mengintegrasikan hukum nasional dengan hukum yang hidup di masyarakat. Ini bukan hanya memuliakan hukum, tetapi juga merawat jati diri lokal," ujar JAM-Pidum.
Lebih jauh, JAM-Pidum juga menilai keberadaan Bale Kertha Adhyka di provinsi Bali sebagai perwujudan Living Law dan keadilan yang kontekstual. Keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut diatur dalam Pasal 2 KUHP baru.
Dalam beleid itu disebutkan hukum adat diakui sejauh tidak bertentangan dengan Pancasila dan HAM membuka ruang legal bagi praktik-praktik restoratif di tingkat lokal.
Terakhir, JAM-Pidum mengapresiasi Bale Kertha Adhyka sebagai bentuk kolaborasi multipihak sekaligus bukti komitmen bersama menuju sistem hukum yang adil, humanis, dan berorientasi pada pemulihan. . Keberhasilan restorative justice diakuinya sangat ditentukan oleh sinergi antara Kejaksaan, pemerintah daerah, tokoh adat, dan masyarakat.
Dengan diresmikannya Bale Kertha Adhyka, JAM-Pidum berharap inisiatif kolaborasi yang telah terbangun di Bali akan menjadi model percontohan nasional bagi pendekatan keadilan restoratif berbasis budaya lokal.
Salah satu ketentuan penting adalah terkait pemaafan hakim, saksi mahkota, serta kebijakan keadilan restoratif
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id