Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menerima pengajuan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) dari satuan kerja Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Bone di Kajuara. Perkara dengan tersangka Ridwan Malik bin Abd Malik ini terkait kasus penipuan.
Pengajuan restorative justice ini diterima dalam ekspose virtual yang dihadiri Kepala Kejati Sulsel Agus Salim yang didampingi Wakil Kajati Sulsel, Teuku Rahman dan Asisten di aula Lantai 2 Kejati Sulsel, Selasa, 22 Oktober 2024.
“Keadilan restoratif menjadi solusi dimana kepentingan korban diutamakan dalam penyelesaian perkara. Dalam hal ini pemberian maaf dari korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara. Di sisi lain tetap memperhatikan kondisi tertentu dari pelaku kejahatan sebagai bahan pertimbangan penyelesaian perkaranya,”
ujar Kajati Sulsel.
Menurut Kajati, penyelesaian sebuah perkara lewat restorative justice memberikan solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku.
Terkait pengajuan restorative justice dengan tersangka Ridwan Malik, Kasi Penerangan Hukum Kejati Sulses Soetarmi menjelaskan, perkara ini dimulai dari kegiatan pinjam-meminjam uang senilai Rp5 juta pada 24 Agustus 2023 lalu.
Permintaan itu disanggupi korban yang memberikan pinjaman uang senilai Rp5,5 juta dan dikirim dengan cara transfer. Kelebihan uang tersebut merupakan empati korban untuk membantuk tersangka.
Dalam perjalanannya, Tersangka tak kunjung mengembalikan uang pinjaman seperti yang dijanjikan.
Diketahui, tersangka telah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga yang bekerja sebagai pedagang di Pelelangan Ikan yang berlokasi di Sinjai, tersangka mendapatkan penghasilan sekitar Rp.50.000 – Rp. 100.000 per harinya.
Cabjari Bone di Kajuara menginsisiasi penyelesaian perkara melalui restorative justice mengingat tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis. Pertimbangan lainnya adalah ancaman hukuman pidana penjara tidak lebih dari lima tahun dan pihak berselisih telah berdamai setelah tersangka mengembalikan uang yang dipinjam.
Dengan diterimanya pengajuan restorative justice, Kajati Sulsel memerintahkan Aspidum Kejati Sulsel untuk segera melaporkan hasil pelaksanaan RJ tersebut kepada JAM Pidum pada kesempatan pertama. Dan memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
"Saya harap pelaksanaan proses penyelesaian perkara yang dimohonkan RJ dilakukan secara cermat, hati-hati, selektif, terukur, transparan dan akuntabel serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan," ucap Agus.
- editor
JAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka.
Baca SelengkapnyaAdapun kasus lainnya adalah penganiayaan, pencurian dan penggelapan.
Baca SelengkapnyaKesepuluh perkara melibatkan 15 orang tersangka dengan berbagai perkara kasus mulai dari pencurian, penganiayaan, KDRT, hingga pelanggaran lalu lintas
Baca SelengkapnyaSatu perkara tidak dikabulkan permohonannya karena tindakan tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 4 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaKasus-kasus ini menyeret 36 tersangka dengan 5 di antaranya sudah meninggal dunia
Baca SelengkapnyaBerikut 15 berkas perkara lain yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif
Baca SelengkapnyaDua perkara ini berasal dari satuan kerja Kejari Gowa dan Kejari Wajo.
Baca SelengkapnyaProses perdamaian disaksikan oleh keluarga kedua belah piha
Baca SelengkapnyaSelain perkara penadahan, kasus lainnya seputar perkara penganiayaan serta kekerasan dalam rumah tangga
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Baca SelengkapnyaBerikut 5 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui:
Baca SelengkapnyaJAM-Pidummemimpin ekspose dalam rangka menyetujui satu permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaJam-Pidum selesaikan 16 perkara melalui mekanisme Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaKejari Rohil Provinsi Riau, menerima Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dari perkara korupsi Pendapatan dan belanja kepenghuluan.
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga meneyetujui 11 perkara lainnya melalui restorative justice.
Baca SelengkapnyaSelain itu, perkara yang distop penuntutannya oleh jaksa, yakni penadahan dan penggelapan
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 15 pengajuan penghentian penuntutan perkara berdasar keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaDirektur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (TP Oharda) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM), Nanang Ibrahim Soleh.
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga memberlakukan keadilan restoratif pada sembilan perkara lainnya.
Baca Selengkapnya11 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum juga menyetujui 16 perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Ini daftarnya kasusnya.
Baca SelengkapnyaPerkara lainya yakni penganiayaan, pencurian, penggelapan dan KDRT.
Baca SelengkapnyaBerikut 5 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui
Baca SelengkapnyaTersangka yang dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut adalah Andri Susanto bin Abdullah dari Kejaksaan Negeri Tebo.
Baca Selengkapnya