Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menyetujui pengajuan penghentian penuntutan enam perkara tindak pidana umum melalui mekanisme restorative justice (Keadilan Restoratif). Persetujuan tersebut diberikan dalam ekspose mandiri yang dipimpin Kepala Kejati Jatim Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA, CSSL pada Rabu, 6 November 2024.
Ekspose mandiri tersebut turut dihadiri oleh Wakil Kajati, Asisten Pidana Umum (Aspidum), Koordinator dan Kepala Seksi pada Pidum Kejati Jatim, serta Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, Kajari Sidoarjo, Kajari Bojonegoro, Kajari Tanjung Perak, Kajari Gresik dan Kajari Tuban.
Mengutip laman Kejati-jatim.go.id, penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan restorative justice diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Dalam ekspose mandiri kali ini, sebanyak enam perkara diajukan oleh enam Kejari di wilayah hukum Kejati Jatim. Keenam perkara itu adalah:
- 2 perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP yang diajukan oleh Kejari Sidoarjo dan Kejari Tanjung Perak
- 2 perkara Penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (3) KUHP yang diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Tuban;
- 1 perkara Pencurian dengan kekerasan yang memenuhi ketentuan Pasal 363 KUHP yang dioajukan oleh Kejari Bojonegoro
- 1 perkara Perlindungan Anak yang memenuhi ketentuan Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diajukan oleh Kejari Gresik.
Permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut diberikan dengan mempertimbangkan sejumlah persyaratan sebagaimana tertuang di dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020. Persyaratan yang dimaksud adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara; Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif.
- editor
Keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui enam permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaLima perkara yang disetujui tersebut berasal dari usulan 5 Kejaksaan Negeri di wilayah hukum Kejati Jatim
Baca SelengkapnyaBerikut 5 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui:
Baca Selengkapnya10 perkara itu terdiri dari kasus pencurian, penadahan, KDRT, penganiayaan, laka lantas dan penyalahgunaan narkotika.
Baca SelengkapnyaAlasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain
Baca Selengkapnya12 perkara yang dibahas terdiri dari berbagai jenis pelanggaran hukum. Dari penganiayaan, pencurian, penipuan. kecelakaan lalu lintas dan narkoba.
Baca Selengkapnya11 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaSatu perkara tidak dikabulkan permohonannya karena tindakan tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
Baca SelengkapnyaDari enam perkara yang diajukan sebanyak lima perkara terkait kasus penganiayaan dan satu perkara penadahan
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 10 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu dilakukan dengan berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaPlt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum), memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Abdillah Nasir Al Amri dari Kejaksaan Negeri Palu.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
Baca SelengkapnyaAdapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaDari delapan permohonan, JAM-Pidum menyetujui tujuh penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif. Satu ditolak.
Baca SelengkapnyaKesepuluh perkara melibatkan 15 orang tersangka dengan berbagai perkara kasus mulai dari pencurian, penganiayaan, KDRT, hingga pelanggaran lalu lintas
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui 20 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaBerikut 24 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui:
Baca SelengkapnyaAdapun 4 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui tujuh permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum Fadil Zumhana, menyetujui tiga permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Baca Selengkapnya