

Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, Kajati Jatim Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL memimpin ekspose mandiri empat perkara yang diajukan untuk dihentikan Penuntutannya berdasarkan Keadilan Restorati, pada Selasa 7 Januari 2025.
Kajati Mia didampingi Plh. Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Tanjungperak, Kajari Kabupaten Mojokerfto dan kajari Batu.
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam Perja No 15 Tahun 2020, yaitu; Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara; Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif.
Semangat keadilan restoratif, bukan lagi pemenjaraan, tapi pemulihan perkara pidana, namun penerapan keadilan restoratif oleh Kejaksaan harus memenuhi 5 asas keadilan restoratif yakni keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan azas penanganan perkara dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Kejagung dan MUI segera menyiapkan MoU untuk sinergi mitigasi dan penanganan untuk korban penyalagunaan Narkotika
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id