

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim), Dr. Kuntadi, S.H., M.H., menyetujui 13 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) yang diajukan oleh 9 Kejaksaan Negeri (Kejari) dalam ekspose virtual pada Selasa, 23 September 2025. Sebanyak tiga perkara diajukan Kejari Samping sementara Kejari Tanjung Perak, Kejari Sumenep, dan Kejari Kota Malang masing-masing mengajukan dua perkara.
Ekpose permohonan restorative justice ini dihadiri Kepala Kejari (Kajari) Jember, Kajari Kota Malang, Kajari Tanjung Perak, Kajari Kabupaten Kediri, Kajari Kabupaten Madiun, Kajari Kota Pasuruan, Kajari Sampang, Kajari Sumenep, dan Kajari Ponorogo.
Kajati Jatim menyampaikan bahwa penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.
Penkum Kejati Jatim
Permohonan restorative justice harus memenuhi syarat seperti diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka, hak korban telah dipulihkan, dan masyarakat merespons positif.
Untuk perkara penyalahgunaan narkotika, rehabilitasi berbasis keadilan restoratif mengacu pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2025 dengan catatan tersangka adalah pengguna untuk diri sendiri, tidak terlibat jaringan narkotika, bukan residivis serta barang bukti tidak melebihi pemakaian 1 hari sebagaimana Hasil Assesment Tim Assesmen BNN.
Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu terdiri dari Tindak Pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum), Orang dan Harta Benda (Oharda) sebanyak 9 perkara, Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika sebanyak 2 perkara, Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 2 perkara.
Sebanyak sembilan perkara Tindak Pidana Kamnegtibum dan Oharda yang disetujui diselesaikan melalui restorative justice adalah:
Untuk perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan rehabilitasi melalui pendekatan keadilan restoratif sebanyak dua perkara oleh Kejari Sampang dan Kejari Sumenep dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 114 ayat (1) subsidair Pasal 112 ayat (1) lebih subsidair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sementara perkara Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebanyak dua perkara dengan rincian satu perkara oleh Kejari Sampang dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan satu perkara oleh Kejari Ponorogo dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) dan atau Pasal 44 ayat (4) Undang Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id