STORY KEJAKSAAN - Penyelesaian perkara melalui penerapan restorative justice (keadilan restoratif) berhasil mengembalikan perdamaian dua insan di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dibakar api cemburu.
Mengutip laman resmi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Kamis, 27 November 2025, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Dr Didik Farkhan Alisyahdi menyetujui penghentian penuntutan perkara pidana melalui restorative justice dalam ekspose yang digelar Selasa, 25 November 2025.
Persetujuan yang diberikan lewat ekspose virtual itu juga dihadiri Wakajati Sulsel Prihatin, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Teguh Suhendro, Koordinator Koko Erwinto Danarko, serta jajaran pidum di Kejati Sulsel, Selasa (25/11/2025). Turut hadir secara virtual adalah Kajari Luwu Timur dan jajarannya.
Perkara yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur tersebut menyeret tiga orang tersangka yaitu inisial ANA (25 tahun) yang bekerja sebagai mekanik dengan pendidikan terakhir sarjana (S1). Dua tersangka lainnya adalah SF (25 tahun) yang bekerja sebagai wiraswasta alat kosmetik/skincare dan adiknya berinisial VV selaku ibu rumah tangga berusia 23 tahun.
Peristiwa bermula dari pertengkaran via aplikasi WhatsApp antara Tersangka I SF dengan Tersangka ANA pada Minggu, 6 Juli 2025. Cekcok dipicu oleh ketidaknyamanan ANA karena SI menghubungi pacar ANA.
Akibat pertengkaran tersebut, Korban SI bersama adik kandungnya, Tersangka II VV mendatangi rumah ANA di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, sekitar pukul 19.00 WITA.
Sesampainya di lokasi, SF sempat mematikan pembatas lampu rumah ANA. Kontak fisik tak terhindarkan setelah ANA keluar rumah. Dalam perkelahian tersebut, ANA menjambak rambut SF, menggigit lengan SF, dan menusuk punggung tangan SF menggunakan gunting.
Perkelahian mereda setelah VV sempat memukul kepala ANA, sebelum akhirnya dilerai oleh Saksi Mariani.
Kejadian ini kemudian berujung aksi saling melapor ke polisi dari kedua belah pihak. Tindakan tersebut mengakibatkan ANA, SI, dan VV sama-sama ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus Penganiayaan.
Tersangka VV diketahui merupakan seorang janda dengan 1 orang anak yang tinggal terpisah. Sementara, ANA merupakan Anak kedua dari empat bersaudara yang masih tinggal bersama kedua orang tuanya dan bekerja sebagai penjual minuman di depan rumah untuk membantu menopang perekonomian keluarga.
Kejati Sulsel memastikan persetujuan penghentian penuntutan melalui Keadilan Restoratif setelah dipastikan terpenuhinya syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020. Syarat-syarat itu meliputi ancaman pidana yang dilanggar yaitu Pasal 351 Ayat 1 KUHP memberikan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, ketiga pihak merupakan pelaku tindak pidana untuk pertama kali (bukan residivis), serta telah terjadi perdamaian tanpa syarat antara seluruh pihak yang terlibat.
Dalam kesepakatan damai yang dibuat di hadapan Aparat Penegak Hukum (APH), tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat desa, para tersangka menyatakan sangat menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Pertimbangan lain adalah adanya respons positif dari dalam upaya perdamaian tersebut.
Seluruh pihak berharap proses penuntutan dapat dihentikan agar Tersangka ANA, SI dan VV dapat berkumpul kembali bersama keluarga, serta hubungan antara para pihak dapat kembali rukun seperti keadaan semula.
Kajati Sulsel, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, menyetujui permohonan RJ ini, dengan harapan penyelesaian ini dapat memulihkan keadaan dan memberikan manfaat yang lebih besar daripada proses pengadilan.
Kajati Sulsel berpesan kepada jajaran Kejari Luwu Timur untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan membebaskan para Tersangka.
"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” tegas Dr. Didik Farkhan.
Kajati Sumut: "Terobosan penegakan hukum yang memberikan ruang bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat"
Baca Selengkapnya
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id