Kejaksaan Agung mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh permohonan uji materi kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan, khususnya tindak pidana korupsi. Sidang pengucapan putusan Nomor 28/PUU-XXI/2023 ini digelar pada Selasa 16 Januari 2024.
Kejaksaan Agung, melalui Kapuspenkum Ketut Sumedana, menggarisbawahi empat poin penting dalam putusan MK tersebut. Pertama, kewenangan penyidikan merupakan open legal policy. Ke dua, kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan diperlukan untuk kepentingan penegakan hukum, khususnya tindak pidana khusus.
Poin ke tiga, kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik lazim di dunia internasional, khususnya untuk tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Ke empat, kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan tidak mengganggu proses check and balance.
Kejaksaan mengapresiasi peran penting Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) dalam sidang uji materiil Kewenangan Jaksa untuk melakukan penyidikan khususnya penyidikan tindak pidana korupsi ini. Persaja, sebagai Pihak Terkait dalam uji materiil ini, yang selalu memberi masukan strategis dan hadir dalam persidangan, di antaranya Dr. Amir Yanto selaku Ketua Umum Persaja, Jaksa Agung Muda Intelijen Dr. Reda Manthovani, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr. Narendra Jatna --yang saat ini menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Persaja juga menghadirkan beberapa saksi ahli ketatanegaraan dan ahli pidana dari dalam dan luar negeri.
Uji materi ini diajukan oleh Sihalolo & Co.Law Firm, kuasa hukum M Yasin Djamaludin selaku pemohon. Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 30 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 39 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 44 ayat (4) dan Ayat (5), dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Menurut pemohon, kewenangan penyidikan dalam tindak pidana tertentu menjadikan Kejaksaan superpower, sebab Jaksa bisa melakukan penuntutan sekaligus penyidikan. Pemohon menganggap kewenangan Jaksa sebagai penyidik menghilangkan checks and balances dalam proses penyidikan sehingga, menimbulkan kesewenang-wenangan.
Dalam pertimbangan putusan, Mahkamah menyebut integrated criminal justice system yang dibentuk oleh KUHAP ditandai adanya prinsip diferensiasi fungsional di antara lembaga penegak hukum yang salah satu tujuannya menciptakan mekanisme check and balances atau saling mengawasi.
Meski secara universal berlaku dalam penanganan tindak pidana umum, menurut Mahkamah, pembentuk UU memilih memberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam penanganan korupsi yang merupakan tindak pidana khusus dan/atau tertentu kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.
Pemberian kewenangan tersebut, menurut Mahkamah, dilakukan karena pembentuk UU menilai penanganan tindak pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crime tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga saja.
Sehingga prinsip diferensiasi fungsional yang dianut KUHAP secara faktual dan realita kebutuhan serta kemanfaatan belum dapat dilaksanakan secara utuh.
Namun, Mahkamah menilai, belum dapat diberlakukannya prinsip diferensiasi fungsional secara utuh bukan berarti prinsip checks and balances tidak dapat diterapkan. Menurut Mahkamah, Pasal 39 UU Pemberantasan Tipikor, Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 50 ayat (1), ayat (2), ayat (3) serta Pasal 50 ayat (4) UU KPK jika dibaca secara cermat merupakan norma yang mewajibkan adanya koordinasi antara Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK dalam menangani tindak pidana korupsi.
Mahkamah menilai pemberian kewenangan pada Kejaksaan untuk mengusut tindak pidana khusus dan/atau tertentu justru memberi jaminan kepastian hukum yang adil dan memberi perlindungan hak asasi sekalipun terhadap tersangka.
Apabila dalam penyidikan tersangka ternyata tidak ditemukan bukti dan fakta tindak pidana khusus dan/atau tertentu yang disangkakan, maka Kejaksaan langsung menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Sebaliknya, apabila ternyata terdapat alat bukti yang cukup, maka Kejaksaan melimpahkan perkara ke pengadilan. Artinya, adanya potensi yang dapat menghilangkan fungsi checks and balances sebagaimana yang dikhawatirkan oleh pemohon menjadi tidak relevan sebagai dalil yang dapat dibenarkan.
- Eko Huda Setyawan
"Ketika kami sedang gencar menangani perkara-perkara korupsi besar, pasti ada upaya-upaya pelemahan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu," kata Ketut.
Baca SelengkapnyaAturannya, Kejaksaan bisa menangani korupsi dari awal, dan praktek beberapa negara pun jaksa diberikan kewenangan untuk itu.
Baca SelengkapnyaGuru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta Suparji Ahmad mensinyalir ada upaya untuk mengadu domba lembaga pemberantasan korupsi
Baca SelengkapnyaJaksa Agung mengapresiasi peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka melaksanakan penghitungan kerugian keuangan negara.
Baca SelengkapnyaIni adalah serangan balik koruptor (corruptor fight back) dengan mengadu domba antar penegak hukum.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menyampaikan pernyataan resmi untuk menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Baca SelengkapnyaWakil Jaksa Agung membacakan amanat Jaksa Agung dalam Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79
Baca SelengkapnyaKapuspenkum menyayangkan anggapan yang menilai Kejaksaan sebagai lembaga hukum mulai bergeser menjadi superbody
Baca SelengkapnyaKetiga profesor tersebut menilai kinerja Kejaksaan dari aspek penanganan perkara sampai penerimaan negara
Baca SelengkapnyaKomisi Kejaksaan menyatakan bangga dengan gerak cepat tersebut.
Baca SelengkapnyaSinergi Kejaksaan dan OJK dapat mendorong penguatan dan penegakan hukum yang efektif serta turut berkontribusi mendorong pembangunan nasional.
Baca SelengkapnyaART menegaskan Kejaksaan memang diberikan kewenangan lebih, namun hanya khusus tindak pidana korupsi.
Baca SelengkapnyaKasi Penkum Kejati Maluku mengklarifikasi pemberitaan yang menuding institusinya bertindak tidak profesional dalam penegakan hukum
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung menjadi penegak hukum yang mendapatkan tingkat kepercayaan publik tertinggi, yakni mencapai 81,2 persen.
Baca SelengkapnyaMenurut survei, Kejaksaan Agung menempati posisi ke tiga sebagai institusi di Indonesia yang paling dipercaya masyarakat.
Baca SelengkapnyaBerikut 24 permohonan penghentian penuntutan berdasar Keadilan Restoratif yang disetujui:
Baca SelengkapnyaKegiatan ini merupakan bentuk keseriusan Kejaksaan dalam menyongsong pemberlakuan KUHP Nasional.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung juga memberikan arahan strategis terkait beberapa program Kejaksaan untuk mendukung program pemerintah
Baca Selengkapnya, Kejaksaan Republik Indonesia di masa Burhanuddin telah memperlihatkan karakter tegas dan berani dalam menegakkan hukum.
Baca SelengkapnyaIa menyebut, kejaksaan RI membutuhkan jaksa-jaksa yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga memiliki integritas.
Baca SelengkapnyaBerikut 8 permohonan penghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif yang disetujui
Baca SelengkapnyaMenurutnya, semangat untuk menjadikan gerakan anti korupsi bukanlah suatu kebijakan yang lahir dari omong kosong belaka.
Baca SelengkapnyaHal itu terkait upaya menjaga marwah kejaksaan yang independen sebagai penegak hukum terkait proses pemilu.
Baca SelengkapnyaAudiensi itu dilakukan dalam rangka peningkatan kerja sama yang telah terjalin, khususnya mengawal transformasi positif di institusi Kejaksaan RI.
Baca SelengkapnyaKejagung juga menghormati hak tersangka TTL dan kuasa hukumnya yang kabarnya akan mengajukan pra-peradilan
Baca Selengkapnya