

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) saat memimpin ekspose virtual pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Perkara yang disetujui JAM-Pidum berasal dari pengajuan 8 Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan 2 perkara diajukan Kejari Pagar Alam dan 3 perkara berasal dari Kejari Bireuen.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, S.H., M.H., dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan alah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yakni terhadap Tersangka Seriapus, anak dari Mantarudin dari Kejari Kapuas.
Tersangka Seriapus disangka telah melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Perbuatan tersangka bermula saat Tersangka yang mengaku bernama Hardi berkenalan dan nongkrong bersama dengan Saksi Roy Yordi dan Brama di Taman Askari Jalan Trans Kalimantan, Kelurahan Selat Dalam, Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah pada Selasa, 15 Juli 2025 sekira pukul 19.30 WIB.
Saat saksi Roy Yordi pergi ke toilet, Tersangka memanfaatkan kondisi tersebut untuk mengambil kunci sepeda motor yang ditinggalkan di tempat duduk korban. Tersangka lalu membawa kabur sepeda motor bermerek Honda Sonic.
Motif tersangka mencuri sepeda motor tersebut adalag untuk digunakan sehari-hari. Akibat perbuatannya, korban Roy Yordi mengaku mengalami kerugian sebesar Rp13 juta.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kajari Kapuas Luthcas Rohman, S.H., M.H., Kasi Pidum Taufik Hidayah, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Desida Dwizhafira, S.H., M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian telah dilakukan antara Tersangka dan korban pada 24 September 2025. Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kejari Kapuas mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Agus Sahat S.T Lumban Gaol, S.H., M.H yang selanjutnya diajukan permohonan kepada JAM-Pidum.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 10 perkara lainnya. Sebanyak tiga perkara berasal dari Kejari Bireuen yaitu:
1. Tersangka Syafruddin bin (Alm) A. Rahman dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka M. Amin bin (Alm) M. Taib dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Defri Maulanda bin Suhaimin dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Dua perkara lain yang disetujui permohonan pengajuan restorative justice disetujui JAM-Pidum berasal dari Kejari Pagar Alam. Dua perkara itu adalah:
1. Tersangka Dodi Febriansyah bin Ru’i dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
2. Tersangka Rudi Miriansyah bin Ru’i dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Sisanya adalah lima perkara dengan para tersangka:
1. Tersangka Ibrahim AR dari Kejari Halmahera Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Rony Prihatin alias Sakol dari Kejari Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka Ivan Maulana Dharmawan alias Ipan dari Kejari Jakarta Selatan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
4. Tersangka Suhairi alias Dedek bin Alm. Zakaria dari Kejari Langsa, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
5. Tersangka Baraso Dakhi alias Ama Efi dari Kejari Nias Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
"Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pesan JAM-Pidum.
Menurut Kapuspenkum, permohonan restorative justice disetujui karena alasan telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan lainnya adalah faktor sosiologis serta adanya respons positif dari masyarakat
Aset tersebut berasal dari penanganan perkara tata niaga komoditas timah.
Baca SelengkapnyaLaporan capaian Satgas PKH tersebut disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Presiden Prabowo Subianto
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id