

Draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dikabarkan sudah tidak lagi berisi ketentuan yang mengatur secara spesifik kewenangan masing-masing Aparat Penegak Hukum (APH).
Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (KUMHAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Deding Ishak seperti dikutip dari laman mui.or.id, Selasa, 8 April 2025.
Menurut Prof Deding, draft baru tersebut membuka peluang besar untuk memperkuat sinergi antara Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi.
“Dulu sempat ada kekhawatiran bahwa kewenangan Kejaksaan akan dibatasi hanya pada pelanggaran HAM berat, tapi draf terakhir KUHAP tidak mengatur itu. Ini membuat kami lega, karena sinergi antara Kejaksaan dan KPK sangat penting untuk mendukung komitmen Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi,”
ujar Prof Deding.
Ketua Komisi Hukum dan MUI ini juga menilai momentum ini sangat strategis untuk menjadikan pemberantasan korupsi sebagai bagian dari arus utama kebijakan negara, yang juga sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo yang menunjukkan ketegasan terhadap para koruptor yang dinilai telah menyengsarakan rakyat.
Tak hanya antara APH, kolaborasi antara ulama dan umara (pemerintah) juga penting ditingkatkan. Tak terbatas dalam penindakan, kolaborasi bisa dijalankan dalam upaya pencegahan melalui pendidikan antikorupsi sejak dini di lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal.
Mui.or.id
Selain soal draft RUU KUHAP, Prof Deding mendesak pengesahan UU Perampasan Aset sebagai langkah konkret dalam penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi.
“Jangan langsung bicara hukuman mati, kita mulai dulu dengan memiskinkan koruptor lewat perampasan aset, agar ada efek jera yang nyata,” tegasnya.
Perkembangan terbaru drat akhir RUU KUHAP juga sebelumnya disampaikan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Dia menegaskan bahwa draf akhir RUU KUHAP tidak mencabut kewenangan institusi seperti Kejaksaan atau KPK sebagaimana telah diatur dalam UU masing-masing.
RUU KUHAP, lanjut Habiburokhman, tidak mengatur kewenangan substantif penanganan kasus seperti dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ataupun UU Kejaksaan. RUU KUHAP ini menjadi pedoman acara pidana secara umum.
“Fungsi penyidikan Kejaksaan dan KPK tetap berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Habiburokhman.
Lebih jauh, Prof Deding menilai bahwa RUU KUHAP bukan ancaman melainkan peluang untuk membangun koordinasi yang lebih kuat antar lembaga penegak hukum dalam mendukung agenda besar Presiden Prabowo memberantas korupsi secara tegas dan sistematis.
Seluruh Satker Kejaksaan RI telah menggelar Pra Musrenbang secara sederhana mengikuti arahan Presiden,
Baca SelengkapnyaAnggaran untuk pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek mencapai Rp9,98 triliun
Baca SelengkapnyaPenyidik menyita aset berupa mall dan pasar
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id