STORY KEJAKSAAN - Kejaksaan RI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam rangka menyambut pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang akan diterapkan pada awal tahun 2026.
Penandatanganan MoU dan PKS tersebut dilaksanakan antara Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo di Markas Besar Polri (Mabes Polri), Jakarta, Selasa 16 Desember 2025.
Kerja sama yang dilaksanakan antara Polri dan Kejaksaan tersebut mencakup penyelarasan Standar Operasional Prosedur (SOP), standar kualitas berkas perkara, pertukaran data dan informasi, dukungan pengamanan, hingga peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelatihan terpadu lintas lembaga.
Dalam sambutannya, Jaksa Agung menyampaikan bahwa lahirnya KUHP dan KUHAP baru merupakan tonggak penting dalam mengubah wajah penegakan hukum di Indonesia. Semangat yang diusung adalah transisi dari model peninggalan kolonial menuju paradigma yang lebih humanis, berkeadilan, menghormati hak asasi manusia, serta responsif terhadap perkembangan teknologi.
"Ini bukan hanya soal perubahan pasal dan redaksi, tetapi merupakan pembaharuan semangat dan paradigma penegakan hukum pidana yang lebih modern," ujar Jaksa Agung.
Menurut Jaksa Agung, tantangan utama ke depan adalah konsistensi dalam penerapan norma-norma baru tersebut. Tanpa sinergi yang kuat, perbedaan penafsiran antar lembaga dapat memicu ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
Mempertimbangkan hal tersebut, Kejaksaan dan Polri menilai terdapat tiga aspek utama yang perlu disamakan persepsinya oleh kedua institusi tersebut. Ketiga asep itu adalah pemahaman asas pokok dalam KUHP dan KUHAP baru, termasuk perlindungan HAM, keadilan restoratif, dan proporsionalitas pemidanaan serta penguatan due process of law.
Aspek kedua adalah penafsiran pasal yang berpotensi multitafsir guna menjamin kepastian hukum. Terakhir, aspek penguatan peran masing-masing institusi dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) agar setiap tahapan proses pidana saling menguatkan.
Selain penandatanganan MoU dan SPK, upaya strategis yang sudah dijalankan oleh Kejaksaan dan Polri akan diintegrasikan ke dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sedang berjalan, yaitu RPP Pelaksanaan KUHAP, RPP Mekanisme Keadilan Restoratif. Dan RPP SPPT-TI (Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi).
Menutup sambutannya, Jaksa Agung berharap agar kolaborasi antara Polri dan Kejaksaan dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang tegas namun tetap berintegritas.
"Keadilan itu bukan hanya semata-mata berada di dalam teks undang-undang saja, melainkan juga ada di dalam hati nurani," tegasnya.
Dalam Pertemuan Sinergitas dan Persamaan Persepsi dengan Polri ini turut hadir secara luring dan daring yaitu Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, pejabat utama Mabes Polri, Kejaksaan Agung, serta seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kapolda se-Indonesia.
Jaksa Agung ST Burhanuddin dinilai konsistem melakukan penegakan hukum dan mereformasi aparatur penegak hukum yang lebih profesional
Baca Selengkapnya
Rakor ini digelar dengan tujuan mengevaluasi penanganan perkara koneksitas dan menyamakan persepsi di tengah pemberlakuan KUHP dan KUHAP yang baru.
Baca Selengkapnya
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id