Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, menghadiri sekaligus menyampaikan welcome speech pada kegiatan Bimbingan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dengan Pendekatan Keadilan Restoratif.
Acara yang bertempat di Grand Shayla Novotel jalan Charil Anwar, Makassar, itu mengangkat tema “Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia Sebagai Garda Terdepan dalam Penegakan Tindak Pidana Narkotika yang Berintegritas dan Profesional Guna Membawa Indonesia Bebas Dari Narkoba", Kamis 30 Mei 2024.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim.
Dalam sambutannya, Agus Salim menyampaikan hukum yang baik, idealnya memberikan sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat dari pada sekedar hanya sebatas prosedur hukum semata.
Menurutnya, di samping harus kompeten dan adil, hukum juga harus mampu mengenali keinginan publik yang tergambar di masyarakat serta berorientasi terhadap tercapainya nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum.
"Untuk itu diperlukan adanya hukum yang responsif sebagai sebuah jawaban atas keinginan masyarakat terhadap pemberlakuan hukum yang berlandaskan hukum yang hidup di masyarakat (living law),"
ujar Kajati Sulsel, Agus Salim.
Menurut Kajati Sulsel, sejak awal perkembangan pelaksanaan sistem peradilan pidana, khususnya pada konsep pemidanaan, baik di Indonesia maupun secara global, pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana masih bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku tindak pidana. Orientasi penghukumannya bertujuan untuk melakukan pembalasan dan pemenuhan tuntutan kemarahan publik akibat perbuatan pelaku.
Namun seiring berjalannya waktu, kata Kajati Sulsel, terjadi pergeseran paradigma alternatif yang ditawarkan untuk menggantikan keadilan berbasis pembalasan, yaitu adanya gagasan yang menitikberatkan pada pentingnya solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat, namun tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku, yang saat ini dikenal dengan istilah Restorative Justice atau Keadilan Restoratif. Kondisi ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai problematika dan tantangan zaman serta kritik terhadap proses penegakan hukum pidana.
Kebijakan Keadilan Restoratif
Dalam sambutannya tersebut, Kajati Sulsel juga menyampaikan bahwa dalam rangka mewujudkan pelaksanaan keadilan restoratif dalam penegakan hukum pidana, Jaksa Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain yaitu:
1. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
2. Pedoman Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana;
3. Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana narkotika sebagaimana yang dirumuskan dalam Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, adalah merupakan salah satu solusi yang sangat dibutuhkan untuk membantu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menekan yang overcrowded pemasyarakatan.
"Terbitnya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, merupakan reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang penuntutan yang dilakukan dengan mengoptimalkan Lembaga Rehabilitasi. Hal ini tentu akan mengubah pola kerja dari Penuntut Umum terhadap penanganan perkara penyalahgunaan narkotika,"
ujar Kajati Sulsel.
Menurutnya, selama ini sanksi hukum bagi orang yang melakukan penyalahgunaan narkotika dalam pasal 127 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berorientasi pada hukuman badan berupa pemenjaraan satu sampai empat tahun.
Namun dengan adanya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tersebut, diharapkan tidak perlu dilakukan pemenjaraan terhadap pelaku. Namun diberikan rehabilitasi yang dilakukan dengan mengedepankan Keadilan Restoratif dan kemanfaatan (doelmatigheid). Selain itu juga dengan mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium), cost and benefit analysis, dan pemulihan pelaku, maka Jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis, dapat menyelesaikan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.
Pada kesempatan tersebut, Kajati Sulsel berharap kegiatan bimtek ini berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi peningkatan kemampuan teknis para Jaksa dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana Narkotika melalui pendekatan keadilan restoratif yang pada gilirannya akan memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara Republik Indonesia demi kemajuan Institusi Kejaksaan yang kita cintai bersama.
Sebagai informasi, kegiatan tersebut dihadiri direktur Kamnegtibum pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol, Koordinator pada JAM PIDUM Kejaksaan Agung RI, Didie Tri Hayadi, Kepala Badan Narkotika Provinsi Sulawesi Selatan, Iman Firmansyah dan Kasubdit pada Direktorat Kamnegtibum dan TPUL pada Kejaksaan Agung RI.
Sementara itu, peserta bimtek dikuti para Asisten Tindak Pidana Umum dan Kepala Seksi Narkotika dan Zat Adiktif pada Kejati Sulsel, Kejati Sulawesi Utara, Kejati Sulawesi Tengah, Kejati Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Barat dan Kejati Gorontalo, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dan para Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dari berbagai Kejaksaan Negeri di wilayah Sulawesi.
- Arini Saadah
Restorative justice memungkinkan ratusan korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan haknya untuk diobati secara mental dan fisik.
Baca Selengkapnya"Ini amanah yang luar biasa dan harus kita jalankan dengan penuh tanggungjawab," kata Kajati Sulsel.
Baca SelengkapnyaParadigma penegakan hukum Indonesia telah berubah dari retributif menjadi pendekatan modern yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif
Baca SelengkapnyaPentingnya penerapan konsep ideal Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS) di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKejaksaan menegasksn komitmennya untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penegakan hukum di Indonesia
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan SK Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung
Baca Selengkapnya10 perkara itu terdiri dari kasus pencurian, penadahan, KDRT, penganiayaan, laka lantas dan penyalahgunaan narkotika.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Terima Penghargaan Detikcom Awards 2023 Sebagai 'Tokoh Restorative Justice'
Baca SelengkapnyaBerikut tiga perkara narkotika yang diselesaikan rehabilitasi berdasarkan keadilan restoratif
Baca Selengkapnya12 perkara yang dibahas terdiri dari berbagai jenis pelanggaran hukum. Dari penganiayaan, pencurian, penipuan. kecelakaan lalu lintas dan narkoba.
Baca SelengkapnyaPenuntutan perkara-perkara ini dihentikan karena berbagai faktor.
Baca SelengkapnyaKeadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Asep Nanang Mulyana, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Baca SelengkapnyaKeempat perkara tersebut berasal dari pengajuan tiga Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaAdakalanya hubungan dokter dengan pasien tidak selalu berjalan dengan baik, terlebih ketika pasien menganggap telah terjadi malapraktik.
Baca SelengkapnyaKegiatan ini merupakan bentuk keseriusan Kejaksaan dalam menyongsong pemberlakuan KUHP Nasional.
Baca SelengkapnyaSelain itu, perkara yang distop penuntutannya oleh jaksa, yakni penadahan dan penggelapan
Baca SelengkapnyaSepanjang kepemimpinannya, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menerima 50 penghargaan dalam berbagai bidang
Baca SelengkapnyaKorban penyalahgunaan narkotika inisial B ditempatkan di Balai Rehabilitasi NAPZA Adhyaksa oleh Kejaksaan Negeri Bireuen.
Baca SelengkapnyaPerkara narkotika dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah itu melibatkan dua orang tersangka.
Baca SelengkapnyaPermohonan empat perkara tersebut diajukan oleh tiga Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaIdeafest menilai program Restorative Justice yang diinisiasi Kejaksaan RI sangat layak untuk mendapatkan apresiasi IDeaward 2024
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaJaksa Agung melalui JAM-Pidum, Asep Nana Mulyana, menyetujui satu permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersangka narkotika.
Baca Selengkapnya