

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof Dr Asep Nana Mulyana menyetujui pelaksanaan rehabilitasi terhadap 3 perkara penyalahgunaan narkotika melalui pendekatan keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam ekspose yang digelar secara virtual pada Selasa, 30 September 2025.
Ketiga perkara tersebut diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang sebanyak dua perkara dan satu lainnya berasal dari Kejari Kabupaten Cirebon.
"Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” ujar JAM-Pidum dikutip dari keterangan tertulis Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejagung.
Kepala Puspenkum Kejagung, Anang Supriatna, S.H., M.H., mengungkapkan dua berkas perkara dari Kejari Padang itu adalah atas namaTersangka Muhammad Ronaldo bin Deddy yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 111 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Perkara kedua atas nama Tersangka Khalid Nur Ardi bin Aliyardi yang disangka melanggar Primair Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Subsidair Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Satu perkara lainnya diajukan oleh Kejari Kabupaten Cirebon atas nama Tersangka Prima Kusmawan alias Prima bin Totong Sujai (Alm) dari Kejari Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pertama Pasal 114 Ayat (1) atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) atau ketiga. Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kapuspenkum menegaskan, persetujuan pelaksanaan rehabilitasi terhadap tersangka diberikan dengan berbagai pertimbangan. Selain melihat profil dari tersangka, Kejaksaan juga mempertimbangkan berbagai hasil pemeriksaan oleh instansi berwenang.
Pertimbangan tersebut meliputi hasil pemeriksaan laboratorium forensik yang menyatakan Tersangka positif menggunakan narkotika. Sementara hasil penyidikan menggunakan metode know your suspect menetapkan Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
Kejaksaan juga memperoleh hasil asesmen terpadu yang menetapkan Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.
Dari sisi profil tersangka, Kejaksaan telah memastikan Abubakar Zubedi tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Tersangka juga belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.
Pertimbangan terakhir adalah Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Dengan sejumlah pertimbangan tersebut, JAM-Pidum memutuskan untuk menyetujui permohonan penyelesaian perkara narkotika tersebut melalui mekanisme restorative justice. Dengan keputusan ini, tersangka diharuskan menjalani proses rehabilitasi guna pemulihan dari ketergantungan narkotika.
Banten telah bertransformasi menjadi zona hijau dengan predikat Zero Corruption di sektor perangkat desa.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id