

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung Prof Dr Asep Nana Mulyana menyetujui tujuh permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (kradilan restoratif) saat memimpin ekspose virtual, Rabu, 11 Juni 2025.
Ketujuh permohonan restorative justice tersebut diajukan lima Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan kasus meliputi penganiayaan, penadahan, serta pencurian dalam keluarga.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H, M.Hum mengatakan salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Sutarman alias Anto dari Kejari Palu.
Tersangka Sutarman disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Perkara ini bermula saat Tersangka Sutarman alias Anto yang bekerja di Bengkel Body melakukan tindak pidana penadahan dengan membeli 1 unit sepeda motor tanpa dilengkapi surat kendaraan bermotor dan bukti kepemilikan yang sah.
Sepeda motor milik Korban Onny Sutarno tersebut diambil oleh Andika Pratama alias Reno yang berkas perkaranya ditangani terpisah.
Anto membeli sepeda motor tersebut setelah ditawarkan melalui Facebook dengan harga Rp1 juta. Sepeda motor digunakan untuk kebutuhan sehari-hari tersangka.
Akibat perbuatan Tersangka Sutarman, korban mengaku mengalami kerugian hingga Rp7 juta.
Selain kasus dengan Tersangka Sutarman, JAM-Pidum Kejagung juga menyetujui enam perkara lain melalui keadilan restoratif. Keenam perkara itu adalah:
1. Tersangka Andre Hermanto dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.
2. Tersangka I Dewi Handayani, Tersangka II Suyatno alias Yatno dan Tersangka III Nur Indah Sari dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan dan Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Reni Anggriani dari Kejaksaan Negeri Dompu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Soniriana Zai alias Ina Loig dari Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Mawati Hulu alias Ina Caya dari Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Loide Sirait dari Kejaksaan Negeri Simalungun, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujar JAM-Pidum.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, serta masyarakat merespons positif.
Penegasan itu disampaikan saat Jaksa Agung menerima kunjungan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda.
Baca Selengkapnya350 Calon Jaksa diberikan pesan untuk mengikuti perkembangan KUHP Nasional
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung juga memeriksa 4 orang direktur Bank BJB
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id