

Guru Besar Ilmu Hukum dari tiga universitas berbeda memberikan pandangannya terkait kinerja Kejaksaan RI di masa kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ketiga pakar itu diundang menjadi narasumber live podcast bertajuk Bedah Keadilan (Bedih) yang digelar Jaksapedia dalam rangkaian acara Sound of Justice Kolaborasi untuk Negeri.
Ketiga tokoh tersebut adalah Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pancasila Prof. Dr. Reda Manthovani, S.H., LL.M., Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., dan Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P.
Menurut Prof Reda yang juga menjabat JAM-Intelijen, kepemimpinan ST Burhanuddin selaku jaksa agung telah membuat Kejaksaan menjadi pionir penegakan hukum baik di bidang tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus.
Kejaksaan, lanjut Prof Reda, juga menjadi lebih berani melakukan gebrakan untuk menangani kasus-kasus korupsi besar atau big fish. "Selain penanganan kasus-kasus korupsi besar, Kejaksaan juga telah banyak memperbaiki tata kelola birokrasi pasca proses penindakannya," ujar Prof Reda.
Prof Reda menyontohkan Kejaksaan telah melakukan pendampingan untuk memperbaiki tata kelola perusahaan BAKTI dan PT Timah untuk dapat berbenah sehingga nilai valuasi perusahaannya dapat pulih dan meningkat.
Sementara itu, Prof Suparji menilai kepemimpinan ST Burhanuddin sebagai jaksa agung dari tingkat kepercayaan publik yang terus berjalan positif. Puncak prestasinya adalah ketika Kejaksaan meraih kepercaytaan publik sebesar 81,2%, atau yang tertinggi sepanjang sejarah berdirinya Kejaksaan.
Prof Suparji menilai tingkat kepercayaan publik yang tinggi itu disebabkan progresivitas dalam menangani kasus besar dan pendekatan humanis yang selama ini dilakukan insan Adhyaksa. Pendekatan humanis itu tercermin dari pembangunan Rumah Sakti Adhyaksa serta terobosan restorative justice dalam penyelesaian perkara pidana ringan.
Nilai ekonomis berupa keberhasilan pemulihan kerugian negara dari penindakan tindak pidana korupsi didukung akuntabilitas kinerja dan independensi aparatur Kejaksaan dalam menjatuhkan dakwaan hingga tuntutan yang mengedepankan hati nurani turut membantu perolehan tingkat kepercayaan publik yang tinggi dari masyarakat.
“Raihan tingkat kepercayaan publik oleh Kejaksaan ini harus dimaknai secara otentik, artinya raihan tersebut merupakan sesuatu yang nyata karena kinerja Kejaksaan dalam indikator penilaian survei selalu berada di posisi teratas,” ujar Prof. Suparji.
Akademisi Prof. Hamzah memuji kinerja Kejaksaan di bawah Jaksa Agung ST Burhanuddin salah satunya terlihat dari besarnya capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disumbangkan Kejaksaan melalui penanganan perkara.
ujar Prof. Hamzah.
Di akhir perbincangan, ketiga guru besar ilmu hukum itu mengingatkan prestasi yang telah diraih Kejaksaan sekaligus menjadi tantangan untuk membuktikan ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi.
Ketiga pakar hukum ini juga berpesan agar Kejaksaan selalu memberikan ruang akses terhadap kinerja lembaganya dalam melakukan penegakan hukum yang progresif dan berkeadilan.
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id