STORY KEJAKSAAN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama Pemerintah Provinsi Sulsel menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang penerapan pidana kerja sosial (Social Service Order) bagi pelaku tindak pidana di Baruga Asta Cita, Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Kamis, 20 November 2025.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, mengatakan penandatanganan MoU dan PKS ini merupakan langkah sinergis dan progresif untuk mengimplementasikan norma-norma baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya terkait pidana kerja sosial.
"Ini adalah terobosan penegakan hukum yang memberikan ruang bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat," sambungnya.
Sementara itu, Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman menyatakan kesiapan Pemprov Sulsel dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendukung penuh penerapan sanksi pidana kerja sosial di wilayah masing-masing.
“Kalau ini diberlakukan akan memberikan dampak luar biasa, mengurangi biaya negara, memberi keterampilan bagi warga binaan," ujarnya.
Gubernur Sulsel mengharapkan penerapan kerja sosial nantinya bisa disinergikan dalam program untuk mendukung ketahanan dan swasembada pangan.
"Hal ini memberikan rasa keadilan dan manfaat bagi negara, serta keuntungan bagi masyarakat kami," ujar Gubernur Sulsel.
Pada kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Prof. Asep Nana Mulyana, yang turut menyaksikan penandatanganan MoU dan PKS menyatakan bahwa pidana kerja sosial merupakan perwujudan dari misi KUHP 2023 yang berupaya melakukan Harmonisasi dan mencapai Spatnung Verhatnis atau Sustainable Justice melalui keseimbangan antara Kepastian, Keadilan, Kemanfaatan, dan Perdamaian.
JAM-Pidum menjelaskan bahwa pendekatan hukum yang lebih humanis di Indonesia harus terwujud, dengan harapan hukum dapat menjadi "tajam ke atas dan humanis ke bawah".
Dia menekankan pembatasan pidana penjara dapat dibatasi atau dipertimbangkan kembali untuk kasus-kasus tertentu, seperti melibatkan Anak, umur di atas 75 tahun, First Offender, atau jika pidana penjara justru akan menimbulkan penderitaan lebih besar bagi terdakwa/keluarganya.
Pidana kerja sosial, lanjut JAM-Pidum, adalah salah satu sanksi pidana pokok dalam Pasal 64 KUHP yang memungkinkan kita untuk mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi. Pelaksanaannya akan diatur ketat seperti tidak dikomersialkan, sesuai profil pelaku, dan harus memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi masyarakat.
"Hal ini juga memerlukan Pertimbangan Hakim yang komprehensif, termasuk Pengakuan Terdakwa dan Persetujuan Terdakwa," jelas Prof. Asep Nana Mulyana.
Usai Kajati dan Gubernur Sulsel, prosesi penandatanganan MoU dilanjutkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan bupati/walikota. Serta penyerahan Cinderamata serta buku berjudul Desain Ideal Implementasi Social Service Order dari JAM-Pidum kepada Gubernur Sulsel.
Kajati Sumut: "Terobosan penegakan hukum yang memberikan ruang bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat"
Baca Selengkapnya
Saat diamankan, jaksa gadungan yang mengaku Asisten Khusus Jaksa Agung itu membawa uang tunai senilai Rp 281,3 juta
Baca Selengkapnya
JAM-Datun menegaskan Kejaksaan memiliki tugas dan peran penting memastikan tata kelola yang baik di Danantara
Baca Selengkapnya
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id