

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) yang diwakilkan oleh Wakil Kajati Jatim, Setiawan Budi Cahyono, SH., M.Hum memimpin Ekspose Mandiri 27 permohonan penyelesaian penuntutan perkara tindak pidana umum melalui melalu Keadilan Restoratif (Restiartive Justice) pada Rabu, 7 Mei 2025.
Puluhan perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif terbagi atas tiga seksi yaitu 18 kasus tindak perkara pidana orang dan harta benda, satu kasus perkara narkotika dan delapan kasus perkara lalu lintas.
Untuk perkara pada Seksi B Terkait Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan Rehabilitasi melalui pendekatan Keadilan Restoratif sebanyak satu perkara oleh Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sementara perkara yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif pada Seksi D terkait Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 8 perkara Kecelakaan Lalu Lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Kejari Sidoarjo, Kejari Pamekasan, Kejari Tanjung Perak, Kejari Sumenep dan Kejari Kab. Kediri.
Penyelesaian perkara berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.
Dengan hal ini diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang merasa terciderai oleh rasa ketidakadilan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Keadilan Restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Untuk kasus-kasus yang bisa diselesaikan secara keadilan restoratif harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yaitu Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka dan hak korban telah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif.
Khusus untuk perkara penyalahgunaan narkotika, rehabilitasi berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Pedoman Nomor 18 Tahun 2021, antara lain mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna Narkotika untuk dirinya sendiri, tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir ataupun terkait jaringan gelap peredaran Narkotika, serta barang bukti yang ditemukan pada diri tersangka pada saat tertangkap tangan jumlahnya tidak melebihi dalam satu hari pemakaian.
Perbuatan tersangka dilakukan sejak tahun 2017-2022 dan menyebabkan kerugian negara hampir Rp 1,24 miliar.
Baca SelengkapnyaCapaian tersebut tercatat pada periode 1 Januari 2024 sampai 30 April 2025
Baca SelengkapnyaPutri Agita Milala bersaing di ajang Putri Indonesia 2025 sebagai Putri Indonesia Sumatera Utara 2025
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id