

Guru Besar Hukum Pidana Univesitas Al-Azhar Indonesia Jakarta, Suparji Ahmad menilai pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Polri jangan dipandang sebagai saingan baru dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan. lembaga baru tersebut seharusnya dinilai sebagai upaya untuk Polri, Kejaksaan, dan KPK bersama-sama memberantas korupsi.
Wacana lembaga baru ini merujuk Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2024 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri yang mengamanatkan pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi di lingkungan Polri.
Menurut Suparji dalam keterangan tertulis Sabtu, 19 Oktober 2024, pembentukan banyak jenis penyidik dan penyidikan yang bersifat spesialis dari berbagai instansi/lembaga pemerintah adalah sesuai dengan perkembangan hukum dan perkembangan kejahatan.
' . $feedValue['description'] . '
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad
Dalam menjalankan pekerjaannya, lembaga-lembaga penyidik sebagai salah satu sub sistem dari Integrated Criminal Justice System tidak boleh lagi tersekat berdasarkan prinsip deferensiasi fungsional ala Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHAP). Dia menyontohkan hubungan penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum yang selama ini tersekat dengan lembaga prapenuntutan.
Dengan berjalannya penegakan hukum pidana yang integralistik berdasakan Pancasila, ke depan tidak akan ada lagi diferensiasi karena para penyidik berada dalam satu kesatuan kerja. Sistem ini juga memungkinkan tidak akan ada lagi penyidik menerima P18/P19 atau P21 dari Penuntut Umum.
Kejaksaan Agung
Pada bagian lain, Suparji juga mengamati fenomena munculnya isu terkait Jaksa Agung yang dilaporkan ke KPK terkait masalah data pribadi, tanda tangan, dan data pernikahan. Isu-isu tersebut yang dianggapnya usang karena sudah terklarifikasi tersebut muncul di media sosial.
Suparji menilai isu pelaporan ke KPK tergolong aneh karena lembaga yang seharusnya memberantas korupsi diminta mengurusi masalah-masalah tersebut.
"ya jadinya seperti disdukcapil dan pengadilan agama. Itulah adu domba antar lembaga pemberantasan korupsi.
Meyakini Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menjalankan pekerjaannya on the track, Suparji menilai realitas yang ada terkait kehidupan mewah dan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) tidak seperti yang dilaporkan.
Menurut Suparji, Jaksa Agung ST Burhanuddin dapat membuktikan bahwa kinerjanya selama lima tahun bisa membawa lembaga kejaksaan menjadi lebih baik dan dipercaya publik dibandingkan tahun-tahun sebelum kepemimpinannya.
"Disinyalir ada pihak-pihak yang berkepentingan menggunakan tangan pihak lain untuk membunuh karakter Jaksa Agung Burhanuddin, ya, untuk saat ini kepentingannya adalah jabatan Jaksa Agung," ujarnya.
Dengan disinyalir adanya upaya koruptor mengadu domba antar lembaga pemberantasan korupsi, Suparji menilai spekulasi yang beredar semestinya dihentikan dan tidak perlu ditanggapi secara serius.
Tim Jaksa Penyidik JAM PIDSUS memeriksa 9 orang saksi dari PT Pertamina dan anak usahanya, SKK Migas, dan 2 saksi dari pihak swasta
Baca SelengkapnyaKegiatan MBH di Sekolah Khusus Mustika Tigaraksa, Kabupaten Tangerang juga dihadiri Kajari Banten dan jajarannya.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id