

Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memanggil tim legal dari dua terpidana korporasi sebagai saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa, 27 Mei 2025.
Pemeriksaan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung itu juga memeriksa dua orang hakim sebagai saksi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H, M.Hum mengatakan pemeriksaan kali ini menghadirkan enam orang saksi dari terpidana korporasi dan hakim.
Saksi dari terpidana korporasi yang diperiksa adalah tiga orang pegawai PT Wilmar masing-masing berinisial SMA selaku Manager Litigasi, MBHA selaku Head Corporate Legal, dan WK selaku staf dari PT Wilmar Nabati Indonesia.
Selain dari PT Wilmar, Jaksa Penyidik JAM PIDSUS juga memeriksa saksi berinisial DMBB selaku Head Legal PT Permata Hijau Palm Oleo.
Sementara pada pemeriksaan lain, Kejagung menghadirkan dua orang saksi yang menjabat hakim di pengadilan yang berbeda.
Para pengadil itu adalah HS selaku Hakim pada PN Jakpus dan HM selaku Hakim pada Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Jakarta.
Kejaksaan.go.id
Nama Wilmar Group terseret dalam perkara dugaan suap penanganan perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit bulan Januari 2022 sampai dengan April 2022 atas nama empat Terdakwa Korporasi.
Perkara Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia diputus melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst Tanggal 19 Maret 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya kala itu menilai Terdakwa Wilmar Group bersama Terdakwa Permata Hijau Group dan Terdakwa Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair.
Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar.
Kepada Terdakwa Wilmar Group, JPU menuntut pidana tambahan berupa pembayaran Uang Pengganti (UP) atas kerugian perekonomian negara sebesar Rp11.880.351.802.619 atau Rp11,88 triliun.
Namun terhadap tuntutan JPU tersebut, masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat.
Jaksa Penyidk JAM PIDSUS memeriksa sebanyak 9 orang saksi.
Baca SelengkapnyaSeluruh Satker Kejaksaan RI telah menggelar Pra Musrenbang secara sederhana mengikuti arahan Presiden,
Baca SelengkapnyaAnggaran untuk pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek mencapai Rp9,98 triliun
Baca SelengkapnyaPenyidik menyita aset berupa mall dan pasar
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id