

Ahli Keuangan Negara Khusus Tipikor, Prof.Dr.Drs Soemardijo, SE;Ak;CA;BKP-C memberikan pandangan terkait banyak yang mempertanyakan kepada intitusi Kejaksaan Agung mengenai penetapan seseorang Pejabat Negara/Menteri, Apakah kebijakan Menteri/Pejabat Negara dapat dipidana dalam melaksanakan tugas dan kewenangnnya.
Menurut Soemardijo, Dekan Fakultas Ekonomi Asean International University Kualalumpur-Malaysia, berdasarkan profesional Judgement, bahwa Kebijakan Pejabat Negara/Menteri bisa di Pidana sepanjang Unsur ancaman Pidana yang diatur UU Tipikor No.31/1999 jo No.20/2001 terpenuhi, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Psl 26 A dan KUHAP pasal 184 Ayat(1) minimal dua alat bukti yang valid Penyidik bisa menaikkan seseorang siapapun termasuk Pejabat Tinggi Negara dari Saksi menjadi Tersangka.
Menurutnya tentang Kerugian Negara, masyarakat publik sebaiknya memahami perbedaan "Kerugian Keuangan Negara" dan "Kerugian Negara". Kerugian Keuangan Negara yaitu uang, surat berharga, barang yang dirampok dan diambil secara nyata dan pasti dengan cara melawan hukum baik, sengaja maupun lalai yang bersumber APBN/APBD/BUMN/BUMD, termasuk Kekayaan yang diperoleh dari APBN/APBD/BUMN/BUMD.
Sedangkan yang ditangani Kejaksaan Agung saat ini tentang Impor Gula tahun 2015 masuk ranah Kerugian Negara, sepanjang unsurnya: Pejabat Negara/Menteri yang bersangkutan: (a) Melawan Hukum; (b) Memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonmian Negara; (c) menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena Jabatan atau Kedudukan yang nyata merugikan Keuangan negara dan Perekonomian Negara.
Yang menjadi pertanyaan publik, sambung Dosen Pascasarjana Universitas Jayabaya-Jakarta Dewan Guru Besar, termasuk Anggota DPR Komisi III, dan Penasehat Hukum, Akademis, mengenai Ke-absahan penahanan seseorang menjadi tersangka kasus Impor Gula tahun 2015 dikaitkan tentang unsur / delik yang diatur KUHAP Pasal 182 ayat (1).
Ada yang mempertanyakan mengenai LHP Audit BPK tahun 2015-2017 di Kementerian Perdagangan tidak menyatakan Kerugian Negara. Ada yang mempertanyakan tentang Kerugian Negara (PKN) siapa yang menghitung, ada juga yang menyatakan abuse of power, termasuk ada yang berpendapat Kebijikan tidak bisa dipidanakan atau dikrimilisasi, dll.
ujar Soemardijo dalam keterangannya, Jumat 22 November 2024.
Soemardijo menjelaskan mengenai LHP BPK tahun 2017 di Kementerian Perdagangan RI tentang Impor Gula tahun 2015-2017, mengapa LHP BPK RI tidak mendiclose dan/atau menyatakan terjadi Kerugian Negara tentang Impor Gula pada tahun 2015.
Menurutnya, karena BPK tidak sedang melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tahun 2015-2017 yang dilanjutkan Audit Investigatif sebagaimana diatur UU BPK 15/2006 Pasal 6 ayat (3), Pasal 10 ayat (1), ayat (2); UU No.15 Tahun 2004 Pasal 13; Peraturan BPK No.1 Tahun 2020 Pasal 3, Pasal 4 , Pasal 9 , Pasal 10 dan Pasal 11, maka dalam LHP 2015-2107 BPK tidak menyatakan Kerugian Negara.
Tentang Kerugian Negara dan Penghitungan Kerugian Negara secara jelas telah tersurat, dan tersirat dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU TPK, yaitu Kerugian Negara nyata dan pasti yang telah dihitung oleh instansi berwenang dan Akuntan Publik yang ditunjuk.
"Pembuat Undang-Undang (legal open policy) tentang UU TPK mempunyai pertimbangan Politik Hukum, agar Korupsi cepat diberantas di bumi Indonesia maka memberikan kewenangan kepada APH/Penyidik untuk menentukan instansi/entitas termasuk Akuntan Publik yang ditunjuk untuk menghitung kerugian negara dengan cepat, melalui bukti-bukti relevan, akurat, valid, terukur dan nyata," paparnya.
Bahkan, kata Soemardijo, APH/Penyidik bisa langsung meminta bantuan ahli yang memiliki kompetensi untuk menghitung Kerugian Negara, termasuk Akuntan Publik.
Mengingat bukti materiil Kerugian Negara masuk ranah pertimbangan dan keyakian Majelis Hakim Tipikor, siapa yang menghitung dan menyatakan Kerugian Negara.
"Dan yang perlu diketahui masyarakat umum bahwa UU TPK adalah Lex Specialist derograt Lex Specialist (khusus di antara yang paling khusus) mengingat Perbuatan Korupsi masuk Kejahatan Luar Biasa, penangannya juga harus dilakukan sangat luar biasa," tegasnya.
UU TPK No.31/1999 jo UU.No.20/2001 di Undangkan lebih dahulu. Sebelum UU. No.15/2006 tentang BPK RI, dan UU.No.15/2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan Tanggung Jawab Keungan Negara di Undangkan, dan Perpres No.192 Tahun 2014, tentang BPKP dan terakhir Perpres 34 Tahun 2023 tentang BPKP diundangkan.
APH/Penyidik dalam penegakan hukum pemberantasan Korupsi dalam Kerugian Negara dapat merujuk UU TPK, ketentuan Penjelasan pasal 32 ayat (1) sebagai rujukan, sesuai perintah Undang-Undang TPK.
Dibanding yang Impor oleh Perusahaan/Entitas swasta jumlah nilai perolehan Impor 105 ribu Ton GKM, ditambah biaya produksi merubah bentuk dari GKM menjadi GKP maka diperoleh Harga Pokok Produksi, ditambah keuntungan Profit Optimal & PPN oleh Perusahaan swasta dijual/dilepas ke pasar, maka harga jual gula lebih tinggi, selisih harga merupakan keuntungan yang diperoleh pihak swasta ini masuk ranah Kerugian Negara akibat Kebijakan melawan hukum. Metode seperti ini sangat mudah dengan menggunakan metoda "REAL COST" ketemu "Kerugian Negara" Nyata dan Pasti.
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id