

Kejaksaan RI melalui Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang menegaskan komitmennya untuk bertindak professional, tegas dan tanpa kompromi dalam perkara dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dan tindak pidana perdagangan orang dengan terdakwa mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K dan mahasiswi Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani (20).
Sidang perdana perkara terhadap dua terdakwa tersebut digelar hari ini (Senin, 30 Juni 2025) di Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Dr Harli Siregar, S.H, M.Hum, sikap tersebut diambil Kejaksaan sebagai bentuk perlindungan nyata terhadap anak sebagai kelompok rentan.
"Kejaksaan tidak hanya fokus pada pembuktian unsur pidana dan penuntutan maksimal terhadap para pelaku, tetapi juga memastikan proses hukum berlangsung secara berpihak kepada korban, profesional, transparan, serta berperspektif keadilan," tegas Kapuspenkum.
Diketahui sidang perdana menghadirkan terdakwa Fajar dalam persidangan yang dimulai sekitar pukull 09.30 WITA. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan surat dakwaan terhadap Terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, yang didakwa telah menyetubuhi dan mencabuli tiga anak perempuan di bawah umur di sejumlah hotel di Kota Kupang, dalam kurun waktu Juni 2024 hingga Januari 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan pasal dakwaan yaitu Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Selain itu Fajar juga dijerat Pasal 82 Ayat (1) jo. Pasal 76 E dan Ayat (4) dari UU yang sama.
JPU juga menjerat terdakwa Fajar dengan Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 ayat (1) huruf e dan g Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual.
Selain UU terkait perlindungan anak dan kekerasan sosial, JPU juga menjerat Terdakwa Fajar dengan pasal 45 Ayat (1) jo. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam penjelasannya, JPU menyampaikan Terdakwa Fajar diduga merekrut anak-anak melalui pihak ketiga dan aplikasi online (Michat) untuk disetubuhi di Hotel Kristal dan Hotel Harper Kupang. Salah satu korban diketahui baru berusia 5 tahun.
Perbuatan terdakwa juga disertai dengan perekaman menggunakan ponsel pribadi.
"Sidang kemuduan ditunda ke hari Senin, 7 Juli 2025 dengan agenda Pembacaan eksepsi dari Penasihat Hukum Terdakwa," ujar Kapuspenkum Kejagung.
Selain sidang perdana yang menghadirkan Terdakwa Fajar, persidangan dipimpin Hakim Ketua Anak Agung Gd Agung Parnata, S.H, C.N ini juga menyidangkan terdakwa Fani sebagai perantara yang merekrut dan mengantar korban anak usia sekilah kepada Terdakwa Fajar.
Dalam persidangan yang berlangsung pukul 10.30 WITA tersebut, JPU mengungkapkan, Terdakwa Fani menerima permintaan Terdakwa Fajar untuk mencarikan anak perempuan usia SD. Atas permintaan tersebut, Fani membawa korban IBS (5 tahun) ke Hotel Kristal setelah sebelumnya membujuk, mengajak jalan, dan membelikannya pakaian.
Atas bantuannya tersebut, Terdakwa Fani menerima imbalan sebesar Rp3 juta. Aksi ini tergolong dalam kategori eksploitasi seksual anak dan perdagangan orang.
Pasal yang didakwakan kepada Terdakwa Fani adalah Pasal 81 Ayat (2) dan dan Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76 E UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Fani juga dijerat Pasal 6 huruf c jo Pasal 15 ayat (1) huruf g UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual. Serta pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 17 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Usai pembacaan surat dakwaan, majelis hakim memutuskan menunda sidang dengan Terdakwa Fani yang dijadwalkan akan kembali digelar pada Senin, 21 Juli 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Bertindak selaku Tim JPU dari Kejati NTT dan Kejari Kupang adalah Arwin Adinata, S.H., M.H selaku ketua tim dengan anggota Sunoto, S.H., M.H., I Made Oka Wijaya, S.H., M.H., Putu Andy Sutadharma, S.H. dan Kadek Widiantari, S.H., M.H.
Sidang perdana ini digelar secara tertutup berdasarkan Penetapan Sidang Nomor: 75/Pid.Sus/2025/PN.Kpg untuk Terdakwa Fajar dan Nomor: 76/Pid.Sus/2025/PN.Kpg untuk Terdakwa Fani.
Dalam penanganan perkara ini, ujar Kapuspenkum, Kejaksaan bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam upaya pemulihan hak korban termasuk restitusi.
"Perkara ini menjadi penegas bahwa Kejaksaan hadir sebagai garda terdepan dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak dan segala bentuk eksploitasi yang merusak masa depan generasi bangsa," tegas Kapuspenkum.
AKBP Fajar dan Fani dijerat dalam perkara dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dan tindak pidana perdagangan orang
Baca SelengkapnyaPenyidik telah menaikkan status perkara dugaan korupsi penerimaan dana PI oleh BUMN dari penyelidikan menjadi penyidikan
Baca SelengkapnyaTersangka AM juga pernah mencalonkan diri dalam Pilkada Kabupaten Cilacap pada tahun 2024 lalu.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id