

Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha memasuki babak baru.
Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung (Kejagung) diketahui telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau Tahap II atas tiga orang tersangka pada Selasa, 16 September 2025.
Para tersangka tersebut diserahkan jaksa penyidik JAM PIDSUS kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Surakarta.
Puspenkum Kejagung
Ketiga tersangka dan barang bukti yang diserahkan kepada JPU Kejari Surakarta itu adalah Tersangka ISL selaku Komisaris Utama PT Sritex, Tersangka ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020 dan Tersangka DS selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun 2020.
Dalam pelaksanaan Tahap II tersebut, masing-masing Tersangka didampingi keluarga dan penasihat hukumnya dan telah bersikap kooperatif. Ketiga Tersangka juga dilakukan pemeriksaan kesehatan dan telah dinyatakan sehat.
Adapun pasal yang disangkakan terhadap ketiga orang Tersangka yakni melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dari hasil pemeriksaan, penyidik memperoleh bukti adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex dengan nilai tagihan yang belum dilunasi (outstanding) hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,588.650.808.028,57 sen atau Rp3,5 triliun.
Tagihan yang belum dilunasi itu merupakan pinjaman dari Bank Jateng senilai Rp395,66 miliar, Bank BJB Rp533,98 miliar, Bank DKI Rp149 miliar, serta bank sindikasi BRI dan BNI serta Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun.
Sritex juga dilaporkan memperoleh pemberian kredit dari 20 bank swasta.
Direktur Penyidik JAM PIDSUS yang kala itu dijabat Abdul Qohar menjelaskan tim penyidik awalnya mencurigai adanya keganjilan dalam laporan keuangan PT Sritex yang melaporkan kerugian senilai USD 1,08 miliar atau Rp15,65 triliun pada tahun 2021.
Padahal setahun sebelumnya, Sritex dalam laporannya menyampaikan perusahana meraup keuntungan sampai USD 85,32 juta atau Rp1,24 triliun.
"Jadi ini ada keganjilan dalam 1 tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan. Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik," ungkap Abdul Qohar.
Terkait tersangka dari dua Bank Pembangunan Daerah, Abdul Qohar menjelaskan hasil pemeriksan menemukan kedua bank tersebut telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisis yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan yang ditetapkan.
Salah satu contohnya adalah hasil penilaian dari lembaga pemeringkatan Fitch dan Moodys menetapkan surat utang PT Sritex mendapat predikat BB- atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi. Fakta ini menunjukan Sritex tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit modal kerja karena dipersyaratkan peringkat surat utang minimal A.
"Perbuatan tersebut bertentangan dengan SOP Bank serta ketentuan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian," ujar Dirdik.
Fakta lain yang ditemukan penyidik adalah kredit yang diperoleh Sritex tidak digunakan sebagaimana tujuan awal. Manajemen Sritex malah menggunakan kredit modal kerja tersebut untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif.
Dengan analisa yang tidak memadai, Bank BJB dan Bank DKI saat ini mengalami kredit macet dari PT Sritex dengan volabilitasi 5. Sementara aset Sritex tidak bisa dieksekusi untuk menutup nilai kerugian negara karena nilainya yang lebih kecil dari kredit yang disalurkan kedua bank tersebut. Aset tersebut juga tidak dijadikan jaminan atau agunan saat pengajuan kredit.
Akibat pemberian kredit yang dilakukan secara melawan hukum, Bank BJB dan Bank DKI diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp692,98 miliar dari total utang outstanding Sritex sebesar Rp3,58 triliun.
Install Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id