

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof Dr Asep Nana Mulyana menyetujui 13 permohonan permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) dalam ekspose virtual yang digelar Senin, 7 Juli 2025.
Ke-13 perkara tindak pidana umum tersebut diajukan oleh 9 Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan 5 perkara di antaranya diajukan oleh Kejari Batubara, Sumatera Utara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Harli Siregar, S.H, M.Hum dalam keterangan tertulisnya menyampaikan salah satu perkara yang disetujui yaitu terhadap Tersangka Very Fikry Andrian alias Amri dari Kejari Rokan Hulu.
Tersangka Amri disangka telah melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian setelah tepergok mengambil sebuah telepon seluler pada April 2025 lalu.
Perkara ini berawal saat Tersangka Amri tengah berada di sebuah apotek di Desan Suka Maju pada Kamis, 24 April 2025 sekitar pukul 20.30 WIB. Di waktu bersamaan, korban bernama Andi Ghalip bersama istrinya mendatangi tempat tersebut untuk membeli obat.
Tanpa disadari, korban meninggalkan sebuah ponsel di dalam kantong sepeda motor dan kesempatan ini dimanfaatkan Tersangka Amri untuk mengambil dan langsung kabur dari lokasi.
Namun Tersangka tak menyadari aksinya terekam oleh kamera CCTV di Apotek. Saat sedang me-reset handphone sehari usai melakukan aksinya, Tersangka didatangi korban bersama istri dan beberapa temannya.
Tersangka Amri akhirnya mengakui perbuatannya dan mengembalikan ponsel tersebut kepada Korban.
Mengetahui posisi perkara, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hulu Fajar Haryowimbuko, S.H., M.H., Kasi Pidum Rendi Panalosa, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice. Dari inisiasi itu, proses perdamaian antara tersangka dan korban berlangsung pada 24 Juni 2025 dengan salah satu butir kesepakatan korban meminta untuk tidak melanjutkan perkara ke proses persidangan.
Selain perkara tersebut, Kapuspenkum mengungkapkan JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 12 perkara lainnya, yaitu:
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, serta masyarakat merespons positif.
JAM-Intel mendorong semua Kejaksaan di seluruh Indonesia melakukan MoU serupa di wilayah hukumnya masing-masing
Baca SelengkapnyaWakil Jaksa Agung dan Seskemenkop menggelar pertemuan membahas tindak lanjut MoU program Koperasi Desa Merah Putih
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id