Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyani menyetujui 12 permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice (Keadilan Restoratif) yang diajukan 10 Kejaksaan Negeri.
Persetujuan tersebut diberikan dalam ekspose virtual yang dipimpin JAM-Pidum di Jakarta, pada Senin, 2 Desember 2024.
Ke-12 perkara yang disetujui penghentian penuntutannya sebagian besar menyangkut perkara penganiayaan. Ada pula perkara dengan tersangka kasu penadahan, pencurian, hingga Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum menjelaskan ada 9 alasan yang membuat JAM-Pidum Kejagung memberikan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Alasan tersebut adalah telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dan korban, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Selain itu, alasan lainnya adalah proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; pihak yang bersengketa setuju tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan; pertimbangan psikologis; dan masyarakat merespons positif.
Adapun 12 perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui restorative justice itu adalah:
2. Tersangka Cika Tukali alias Eca Tukali dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Ilman Banggu alias Ilman dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Jonathan Joshua Worang dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Artis Andre Walangare dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Ratih Citra Agusta, A.Md. binti Gusitan dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Yansa Fitra, A.Md. als Fitra bin Abdul Hadi dari Kejaksaan Negeri Sambas, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Rusmandi als Pak Tua bin Mustar dari Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Mardian Roni Putra bin Jailani dari Kejaksaan Negeri Kaur, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
11. Tersangka Muhammad Harun dari Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Widia Putri dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Kasus Penadahan di Bangka
Salah satu perkara yang disetujui penuntutannya itu adalah kasus penadahan yang dilakukan Jumiati Ningsih als Mbak Jum binti Rubingon. Perkara yang ditangani Kejaksaan Negeri Bangka bermula saat wanita pemilik warung ini membeli kabel tembaga yang dibawa Deden Susanto als Teten dengan berat 3,8 kilogram seharga Rp266 ribu pada 10 September 2024.
Tersangka mengetahui Deden mencuri kabel tembaga yang telah terpasang di dinding rumah yang sedang dibangun korban bernama Yoga.
Semula tersangka Jumiarti bermaksud menjual kembali kabel tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Akibat perbuatan Tersangka dan Deden, korban Yoga mengalami kerugian sekitar Rp3.348.000 atas kehilangan kabel instalasi listrik yang terpasang di rumah korban sepanjang 500 meter.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kaur Pofrizal, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Novy Saputra, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Dwi Pranoto, S.H., M.H. dan Novita Anggraini, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban.
Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kaur mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Syaifudin Tagamal, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif
- editor
Selain itu, perkara yang distop penuntutannya oleh jaksa, yakni penadahan dan penggelapan
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka.
Baca SelengkapnyaAlasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain
Baca SelengkapnyaKesepuluh perkara melibatkan 15 orang tersangka dengan berbagai perkara kasus mulai dari pencurian, penganiayaan, KDRT, hingga pelanggaran lalu lintas
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga meneyetujui 11 perkara lainnya melalui restorative justice.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Abdillah Nasir Al Amri dari Kejaksaan Negeri Palu.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Baca Selengkapnya11 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca Selengkapnya12 perkara yang dibahas terdiri dari berbagai jenis pelanggaran hukum. Dari penganiayaan, pencurian, penipuan. kecelakaan lalu lintas dan narkoba.
Baca SelengkapnyaPlt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum), memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 17 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ.
Baca SelengkapnyaMelalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui 15 pengajuan penghentian penuntutan perkara berdasar keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum pimpin ekspose untuk setujui 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif.
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 10 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 8 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif
Baca SelengkapnyaBerikut 15 berkas perkara lain yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif
Baca SelengkapnyaJam-Pidum selesaikan 16 perkara melalui mekanisme Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2)
Baca Selengkapnya25 perkara tersebut berasal dari permohonan 23 Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaKasus-kasus ini menyeret 36 tersangka dengan 5 di antaranya sudah meninggal dunia
Baca SelengkapnyaSatu perkara tidak dikabulkan permohonannya karena tindakan tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
Baca Selengkapnya10 perkara itu terdiri dari kasus pencurian, penadahan, KDRT, penganiayaan, laka lantas dan penyalahgunaan narkotika.
Baca SelengkapnyaKe-10 perkara yang diselesaikan melalui keadilan restoratif tersebut diusulkan oleh 7 Kejaksaan Negeri (Kejari) dan satu cabang Kejari
Baca SelengkapnyaSelain perkara penadahan, kasus lainnya seputar perkara penganiayaan serta kekerasan dalam rumah tangga
Baca Selengkapnya