

Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (JAM PIDMIL) Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara koneksitas dugaan tindak pidana korupsi pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016.
Perkara dugaan korupsi tersebut berupa proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara senilai US$21.384.851,89.
Tiga tersangka itu adalah Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ATVDH selaku Tenaga Ahli Satelit Kemhan, dan GK selaku CEO Navayo International AG.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr Harli Siregar, S.H, M.Hum menjelaskan jaksa penyidik JAM PIDMIL telah memeriksa 52 orang saksi dari kalangan sipil, 7 orang dari kalangan militer, dan 9 orang diperiksa sebagai ahli yang 6 di antaranya adalah ahli satelit.
Kejaksaan Agung
Pada kesempatan yang sama, Direktur Penindakan (Dirdak) JAM PIDMIL Kejagung, Brigjen CPM Andi Suci Andi Suci Agustiansyah, S.H. menjelaskan Tindak pidana tersebut terkait pelaksanaan pengadaan berdasarkan Agreement for the Provision of User Terminals and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kementerian Pertahanan tanggal 1 Juli 2016 berikut Amandement No. 1 to the Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment tanggal 15 September 2016 pada Kementerian Pertahanan yang dilaksanakan oleh Navayo International AG.
Kontrak dengan tersangka GK selaku CEO dari perusahaan Hungaria itu yang dibuat Tersangka LNR tersebut bernilai US$34.194.300 dan berubah menjadi US$29,9 juta.
Kejaksaan Agung
Selain tidak ada anggaran dari Kemhan, Penyidik JAM PIDMIL juga menemukan fakta penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ketiga yang merupakan rekomendasi dari Tersangka ATVDH dibuat tanpa proses pengadaan barang dan jasa.
Selanjutnya, Navayo International AG mengklaim telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kemnhan dengan berdasar kepada 4 buah Certificate of Performance (CoP) yang telah ditandatangani Letkol Tek JKG dan Kolonel Chb MRI atas persetujuan Mayor Jendral TNI (Purn) BH dan Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR.
Diketahui CoP tersebut disiapkan oleh Tersangka ATVDH dan Tersangka GK tanpa dilakukan pengecekan/pemeriksaan terhadap barang yang dikirim Navayo terlebih dahulu.
Berbakal CoP itu, pihak Navayo International AG mengirimkan 4 kali penagihan ke Kemnhan. Namun pihak Kemhan tidak menyediakan anggaran pengadaan satelit tersebut sampai tahun 2019.
Dirdak JAM PIDMIL juga mengungkapkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampling barang yang dikirim Navayo International AG menunjukan bahwa 550 handphone yang digunakan bukan merupakan handphone satelit dan tidak terdapat Secure Chip sebagaimana spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak.
Hasil pemeriksaan ahli satelit juga menemukan master program yang dibuat Navayo yaitu 12 buku Milstone 3 Submission dalam pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah program user Terminal.
Akibat perbuatan para tersangka, Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura mewajibkan Kemhan membayar US$20.862.822 karena telah menandatangani CoP. Hal ini bertolak belakang dengan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPK) yang menemukan fakta bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak USD 21.384.851,89.
Untuk memenuhi kewajiban sesuai Final Award Putusan Arbitrase Singapura, Juru Sita (Commissaires de justice) Paris mengajukan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris yang dimohonkan Navayo International AG.
Menurut Dirdik JAM PIDMIL, ketiga orang tersangka diduga melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP
Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Lebih Subsidair Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Jaksa Penyidik JAMPIDSUS menghadirkan 6 orang saksi dalam pemeriksaan Kamis, 16 Mei 2025.
Baca SelengkapnyaKejagung memeriksa sebanyak 12 orang saksi terkait perkara dugaan korupsi tata niaga minyak mentah dan turunannya di PT Pertamina (Persero)
Baca SelengkapnyaJaksa Penyidik JAM PIDSUS memanggil 18 orang saksi dalam penyidik perkara dugaan korupsi minyak mentah Pertamina
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id