

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof. Dr. Asep Anan Mulyana menegaskan paradigma penegakan hukum di Indonesia sedang mengalami perubahan signifikan. Pendekatan yang selama ini bersifat retributif (balas dendam) beralih ke pendekatan modern yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
Dengan perubahan signifikan tersebut, JAM-Pidum berpesan agar para jaksa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya bertindak berdasarkan hati nurani dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Pesan tersebut disampaikan JAM-Pidum menjadi pembicara Seminar Nasional "Urgensi Berhukum dengan Spiritual Inteligence dalam Mewujudkan Penegakan Hukum Pidana yang Membahagiakan Rakyat", yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH UNDIP) di Aula Sidang UNDIP Semarang, Jawa Tengah, Selasa, 8 Oktober 2024.
Puspenkum Kejaksaan Agung
Berkaca dari pengalamannya, JAM-Pidum melihat masih terjadi gap antara penegakan hukum masyarakat dengan aparat penegak hukum yang lebih bersifat retributif. Penjara selama ini masih dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan perkara.
Dalam pelaksanannya, sistem penanganan perkara antara aparat penegak hukum selama ini lebih bersifat Deferensial Fungsional yang kaku dan terkotak sehingga tidak dapat memperlihatkan fakta sebenarnya di lapangan. "Sistem Deferensial Fungsional tersebut perlu dilakukan pemurnian dan ditinjau ulang,” imbuh JAM-Pidum.
Upaya pemurnian itu salah satunya bisa dilakukan dengan menerapkan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS) di Indonesia. Sistem ini memungkinkan berbagai elemen dalam proses penegakan hukum mulai dari penyidikan, penuntutan, peradilan, hingga eksekusi, untuk saling berkoordinasi dan bekerja secara sinergis.
ICJS juga membuat setiap tahap dalam proses hukum dapat berjalan lebih efisien dan transparan sehingga mengurangi potensi penyimpangan.
Terkait penerapan Spritual Intelligence dalam penegakan hukum, JAM-Pidum berpendapat aparatur penegak hukum agar tidak hanya menjadi corong dari undang-undang untuk sekedar memenuhi yuridis perkara saja. Aparat penegak hukum juga harus mengabaikan tujuan pidana dalam arti sebenarnya.
Selain untuk kepastian, keadilan, kemanfaatan, aparat penegak hukum harus memahami tujuan hukum adalah cinta kasih. Dengan tujuan ini, JAM-Pidum berpesan agar aparat penegak hukum memiliki rasa dan memainkan perannya dalam setiap pelaksanaan tugas dengan menampung aspirasi masyarakat serta memahami nilai dan makna dari suatu peraturan.
Cara Spiritual Inteligence Jaksa dalam berhukum sebetulnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Kejaksaan yang mencantumkan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa” sebagai pegangan bagi Jaksa dalam melaksanakan tugasnya.
Tri Krama adhiyaksa Jaksa juga menyebutkan Jaksa dalam pelaksanaan tugas bertanggungjawab pada Tuhan Yang Maha Esa.
Jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak berdasarkan hati nurani dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta dapat bertindak menurut penilaiannya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Jaksa juga harus bisa bertindak seperti motto kejaksaaan yaitu Tajam ke Atas dan Humanis ke Bawah.
Penerapan Spiritual Intelligence bisa digunakan Jaksa dalam menangani perkara dengan mempertimbangkan nilai keadilan bila telah melihat adanya perdamaian. Jaksa juga perlu menggunakan pendekatan kesatuan dari tiga tujuan hukum dengan tidak mempertentangkan satu dengan lainnya.
Pada bagian lain, JAM-Pidum juga menjelaskan tentang Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2000 tentang Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 yang menyebutkan tiga tujuan pembangunan hukum. Ketiga tujuan itu adalah penerapan pendekatan keadilan restorative, optimalisasi peran lembaga adat dan lembaga yang terkait dengan alternatif penyelesaian sengketa, serta mengedepankan upaya pemberian rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi bagi korban.
Melihat ketiga tujuan tersebut, arah pembangunan hukum di Indonesia mengalami perubahan signifikan sebagai bagian dari upaya menciptakan sistem hukum yang tidak hanya didasarkan kepastian hukum tetapi juga menjunjung tinggi nilai keadilan dan efektif dalam memberikan manfaat bagi masyarakat.
Sementara Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 menitikberatkan arah kebijakan pembangunan hukum Indonesia pada supremasi hukum yang didukung kepastian, keadilan, dan kemanfaatan, serta berlandaskan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia. Transformasi sistem penuntutan dan peningkatan akses terhadap keadilan juga menjadi prioritas utama.
“Penegakan hukum yang hanya berfokus pada balas dendam dan hukuman penjara bukan lagi pendekatan yang relevan di era sekarang. Kita tidak ingin lagi memenuhi penjara tetapi lebih diutamakan kepada arah pidana bersyarat maupun pidana kerja sosial. Dengan demikian, terdapat keseimbangan antara sipir penjara dengan jumlah terpidana. Selain itu juga dapat diwujudkan sistem hukum yang lebih manusiawi, menjaga harkat martabat manusia, yang mampu mengembalikan harmoni dalam masyarakat,” ujar JAM-Pidum.
Selain itu, JAM-Pidum juga menjelaskan mengenai KUHP 2023, khususnya terkait perubahan paradigma penegakan hukum yang telah diakomodir dengan adanya alternatif pemidanaan berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.
Tujuan pidananya tersebut lebih bersifat restoratif, korektif dan rehabilitatif berupa pencegahan, pembinaan, pembimbingan, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, menumbuhkan rasa penyesalan dan rasa bersalah dari pelaku tindak pidana.
Perubahan paradigma itu sudah terlihat dengan langkah Kejaksaan yang melaksanakan lebih dari 5.000 penanganan perkara berdasarkan keadilan restoratif termasuk perkara narkotika.
jelas JAM-Pidum.
Di akhir paparannya, JAM-Pidum mengajak peserta seminar mendukung perubahan paradigma hukum dan tetap bersemangat membangun hukum yang bisa membahagiakan masyarakat. Ajakan itu sesuai semangat Prof. Satjipto Rahardjo yang mengatakan hukum tidak bekerja dalam ruang hampa tetapi hukum bekerja di ruang sosial, bagaimana hukum bisa memenuhi harapan masyarakat dan untuk kebaikan umat manusia.
“Kita semua mencintai Prof Satjipto Rahardjo dan berupaya mewujudkan cita-citanya dengan mewujudkan hukum nasional sebagai salah satu rujukan dalam penanganan hukum yang baik dimasa depan dan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarJAM-Pidum.
Acara Seminar Nasional yang dibuka oleh Wakil Dekan Dr. Aditya Juli, S.H., M.H ini dihadiri secara luring maupun daring oleh Guru besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof. Pujiono, akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, dan alumni IKAFH UNDIP. Narasumber lain yang hadir yakni Hakim Agung Kamar Pidana A.S Pudjo Harsoyo.
JAM-Pidum menyetujui 8 permohonan restorative justice yang diajukan 6 Kejaksaan Negeri
Baca SelengkapnyaJAM-Intel meminta seluruh jajaran Intelijen Kejaksaan untuk menindaklanjuti Nota Kesepahaman terkait pengawasan perizinan
Baca SelengkapnyaPesan itu disampaikan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin saat menerima audiensi Kompas Gramedia Group (KG Media) di Jakarta, Senin, 5 Mei 2025
Baca SelengkapnyaKehadiran Gedung Bundar yang menjadi kantor baru JAM PIDSUS akan menjadi tonggak upaya pemberantasan korupsi yang profesional dan berintegritas
Baca Selengkapnyaembangunan Zona Integritas merupakan langkah nyata dalam memastikan pelayanan publik yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Baca SelengkapnyaSinergi solid ini berhasil menyelamatkan aset tanah seluas 485.030 meter persegi
Baca SelengkapnyaSelain bersilaturahmi, pertemuan Jaksa Agung dan Kepala BGN tersebut juga dalam rangka berkonsultasi terkait pendampingan program gizi nasional yang akan dijalankan lembaga tersebut.
Baca SelengkapnyaInstall Story Kejaksaan
story.kejaksaan.go.id