Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 16 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Adi Saputra dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Kronologi bermula pada Mei 2024 pukul 08.00 WIB, saksi Yusrizal alias Rizal mendatangi rumah tersangka Adi Saputra. Saksi lalu meminta tersangka untuk menjual ponselnya yang dalam kondisi terkunci.
"Bang, aku ada HP, tolong jualkan, tapi aku lupa kuncinya," kata saksi Rizal.
Lalu tersangka Adi menjawab jika rekannya bisa membuka kunci ponsel. Saksi lalu minta sekalian ponsel tersebut dijual seharga Rp500 ribu.
Kemudian tersangka Adi langsung menanyakan ponsel tersebut. Saksi Rizal mengatakan jika nanti sang anak akan mengantarkannya. Tersangka Adi lalu menjual ponsel itu kepada saksi Muhammad Riswandi alias Wandi seharga Rp500 ribu.
Diketahui ponsel yang dijualkan tersebut adalah HP Samsung Note 9 dengan Imei1: 359449098180603 yang merupakan salah satu barang milik saksi Vincent Lius yang hilang akibat pencurian di Depo 78 Binjai.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Jufri, S.H., M.H.dan Kasi Pidum Andri Dharma, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Meirita Pakpahan, S.H., dan Adlya Nova, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban dan mengganti biaya kerugian yang telah ditimbulkan.
Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Binjai mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara Idianto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 10 September 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 15 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
1. Tersangka Alfa Matthew Mamahani dari Kejakasaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan.
2. Tersangka Iffan Mon Kanalung dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan.
3. Tersangka Hendra Pratama Napitu dari Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Elman Zebua alias ama Wilsen dari Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5. Tersangka Rapael Bernard Barus dari Kejakasaan Negeri Tanjung Balai, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
6. Tersangka Alfil Muza als Alfil bin Hendi dan Tersangka II Dimas Andrean Hardy als Dimas bin Asnawi dari kejaksaan Negeri Belitung Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
7. Tersangka Nur Arif als Sureng bin M Yahya Isris dari Kejaksaan Negeri Purwokerto, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Karso alias Asep bin (Alm) Casmin dari Kejaksaan Negeri Kota Tegal, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
9. Tersangka Achmad Rosidi bin (Alm) Abdullah dari Kejaksaan Negeri Temanggung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.
10. Tersangka Fajriansyah Abdullah dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Much Bucok Rahman dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Muhammad Yusran bin Hasan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka M. Norilmuddin bin H. Talhah dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka Ilham Toriq Kanuruan bin Januar Kanuruan dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 40 Ayat (2) jo. Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
15. Tersangka Dimas Budi Satya aias Dimek bin (Alm) Wijanarko dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka Melanggar Pasal 45B Jo Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
- Sandy Adam Mahaputra
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 8 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif
Baca SelengkapnyaSelain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 10 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Dani Angga Bayu Sapseta
Baca SelengkapnyaDari delapan permohonan, JAM-Pidum menyetujui tujuh penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif. Satu ditolak.
Baca SelengkapnyaBerikut daftar 34 perkara yang dihentikan berdasar keadilan restoratif:
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan perkara-perkara ini diberikan dengan berbagai pertimbangan.
Baca Selengkapnya11 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum menyetujui enam permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca SelengkapnyaPenghentian penuntutan berdasar keadilan restoratif ini diberikan dengan berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
Baca SelengkapnyaSalah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Rudi Himawan bin Amaq Rus dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur
Baca SelengkapnyaBerikut daftar 2 perkara yang dihentikan berdasar keadilan restoratif dalam tindak pidana narkotika
Baca SelengkapnyaPenuntutan perkara-perkara ini dihentikan karena berbagai faktor.
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Baca SelengkapnyaAdapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu Tersangka Ferdinan Leonardo Purba dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2)
Baca SelengkapnyaJAM-Pidum setujui satu permohonan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersangka narkotika.
Baca SelengkapnyaAlasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Baca Selengkapnya